Pagi hari dikelas.
"Haaai, Shafa,” sapa Ihsan begitu melihat Shafa yang baru saja tiba. Seperti biasanya, mereka adalah yang pertama datang ke kelas pagi itu.
“Hm, iya Ihsan, ada apa?” jawab Shafa, sedikit gugup dengan rona merah muda merayapi pipinya.
“Eh, Shafa… bolehkah aku belajar masak darimu?” tanya Ihsan penuh semangat, senyumnya lebar seperti biasa.
“Boleh saja, asal kamu mau datang ke kontrakanku nanti,” ujar Shafa sambil sibuk merapikan barang-barangnya.
“Heeeeh?! Nggak boleh begitu. Kata bapakku, nggak boleh berduaan sama perempuan. Ya udahlah, gajadi deh, Shafa,” ucap Ihsan sambil beranjak pergi, menolak dengan nada setengah bercanda.
“Eh, Ihsan! Di kontrakanku itu ada saudara kembarku juga, dan beberapa pembantu ikut tinggal. Kamu pikir kontrakanku sepi, ya? Aku juga tahu, nggak boleh berduaan sama lawan jenis,” balas Shafa yang tidak pernah sekalipun berencana berduaan dengan laki-laki di tempat tinggalnya, meski diam-diam menyukai Ihsan. Tapi harga dirinya sebagai perempuan tetap dijaganya teguh.
“Oh iya, aku lupa. Tapi kenapa harus ke kontrakanmu segala?” tanya Ihsan bingung.
“Heeeeh, bukannya kamu sendiri yang mau belajar dariku? Ya kamu perlu datang ke tempatku biar aku bisa kasih contoh lengkap. Itu adab belajar-mengajar, lho. Kalau aku mau belajar darimu juga aku pasti datang ke tempatmu,” jelas Shafa dengan nada tenang dan dewasa.
Mendengar itu, Ihsan langsung mengeluarkan ponselnya dan mulai menulis pesan.
“Eh, kamu ngapain?” tanya Shafa, sedikit curiga.
“Izin ke saudara-saudaraku di musholla. Mau belajar di luar,” jawab Ihsan polos.
“Kamu buru-buru banget. Jangan sekarang. Kita belajar masaknya nanti, pas liburan akhir pekan. Biar sekalian belanja bahan makanan juga. Kamu bisa sekalian kenal varian bahan yang kupakai. Soalnya banyak, lho,” terang Shafa menjelaskan rencananya dengan telaten.
“Oooh, begitu ya. Sip lah,” sahut Ihsan dengan senyum riang, semangatnya kembali membuncah.
Di akhir pekan, Ihsan pun datang seperti yang dijanjikan. Namun bukan hanya dia yang muncul di depan kontrakan Shafa, bersamanya ada Anas, Lina, dan Fio yang ikut serta untuk belajar memasak dari Shafa. Saat itu, Shafa tengah ditemani oleh Rafi yang duduk santai di ruang tengah.
“Shafa, kukira hanya satu orang yang bakal belajar masak,” ucap Rafi sedikit kaget melihat rombongan kecil itu.
“Hmm, wajar saja sih. Kayaknya ini memang buat pengembangan warungnya,” balas Shafa lembut, tak menunjukkan sedikit pun rasa terganggu.
“Kau terlalu lembut pada anak itu, Shaf,” bisik Rafi dengan suara rendah, namun Shafa memilih untuk mengabaikannya.
“Oooiii Shafa! Aku bawa beberapa temanku ya, mereka mau ikutan belajar!” seru Ihsan ceria dari luar pagar, sambil melambai ke arah Shafa.