"Ihsan, dua minggu lagi pelajaran cakra ahanata selesai. Apa dirimu bisa merasakan sesuatu yang berbeda dariku?" tanya Shafa, yang saat itu sedang mengajari Ihsan memasak dengan kontrol energi mikro.
"Hmmm, ya aku merasakannya kok. Masakanmu semakin enak," ucap Ihsan.
"Oh, begitu ya. Senang bisa mengajarimu. Oiya, terima kasih pengajaran olah energinya ya," ucap Shafa dengan senyum manisnya.
"Mmmhh... kurasa membuatnya memahami perasaanku memang sangat sulit, seperti kata Sekar," pikir Shafa.
"Ehehehe, aku juga sangat berterima kasih dengan latihan memasak ini. Kini aku bisa tahu tingkat kematangan, teknik masak rebus, goreng, kukus, bakar, serta banyak hal. Kukira kau mengajariku jauh lebih banyak, Shafa. Sayang sekali yang datang sekarang tinggal aku. Kalau saja mereka tak sibuk... untung saja ada Rafi yang menemani kita, hihihi," ucap Ihsan.
"Hhh... aku berharap kita berdua saja, Ihsan," pikir Shafa.
"Sama-sama lho, Ihsan. Tapi kurasa laki-laki tak perlu belajar banyak tentang dapur. Kalian kan nanti bekerja, sementara di rumah biarkan pasangan kalian mengurus rumah tangga," ucap Shafa sambil tersenyum manis.
"Tapi Shafa, kerjaanku memang jualan makanan," ucap Ihsan.
"Ahhh bodoh… aku lupa dia buka warung makanan, dan dia belajar karena hal itu," pikir Shafa.
"Oh iya sih, aku lupa. Maaf ya, Ihsan," ucap Shafa.
"Gak perlu sampai minta maaf juga sih, Shafa. Kau sudah mau mengajariku, itu sudah bagus. Lagipula kalau maksudmu mengurus rumah… eee entahlah, kurasa memang ibuku lebih berdedikasi mengurus rumah daripada bapakku yang lebih fokus bekerja dan berinteraksi dengan tetangga. Tapi Ibu selalu bilang kalau rumah itu urusan bersama seluruh keluarga," ucap Ihsan.
"Oh, begitu ya. Baguslah kalau begitu," ucap Shafa.
Sesaat setelah itu, masakan mereka matang.
"Owh, jadi begini metode aliran mikro. Perlu ketelitian sih, tapi lumayan mudah kalau sudah bisa," ucap Ihsan sambil mencicipi.
"Hmm, begitulah. Metode ini bagus untuk bikin kue dan menghangatkan makanan rebus. Kalau untuk masakan bakar dan goreng kurang efektif karena perbedaan tekstur akibat sumber panas searah. Ini tidak cocok dengan aliran energi dari segala sisi yang diberikan metode aliran mikro," ucap Shafa.
Ihsan mengangguk paham sembari memakan kue buatan mereka. Hari ini adalah pelajaran memasak terakhir Ihsan, dan bagi Shafa ini adalah masa yang sulit. Ia belum mau melewatkan momen ini. Hatinya bergejolak ingin mengungkapkan perasaannya, tapi harga dirinya sebagai wanita menahannya. Yang bisa ia lakukan hanyalah menolong orang yang ia suka sebagai teman. Wajah murungnya tidak bisa ia sembunyikan.
"Eh, Shafa, kau kenapa? Kok sedih?" tanya Ihsan, terlihat khawatir.
"Aku tidak apa-apa kok," ucap Shafa, mencoba pura-pura tersenyum.
"Sungguh aneh rasanya melihat wanita kuat sepertimu menangis. Apalagi aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk membalas orang yang membuatmu sedih. Hmm, kurasa aku belum membayar pelajaran yang kau berikan. Apa yang engkau minta, wahai guru?" ucap Ihsan.
"Kamu juga gak pernah meminta bayaran untuk pelajaran yang kau berikan. Tapi kalau boleh meminta... bolehkah aku meminta sesuatu yang membuat orang-orang bisa mengenaliku?" ucap Shafa.
Shafa berpikir berkali-kali untuk mengatakan perasaannya, tapi selalu tercekat di tenggorokannya, seolah tak mau keluar.
"Hmmm, baiklah Shafa. Aku akan coba mencarinya," ucap Ihsan.