Lantunan musik terdengar di Keraton Kartasura, menandakan dimulainya hari bagi para penghuninya.
Shifa terbangun dari tidurnya dan melihat jam menunjukkan pukul satu dini hari. Perlahan-lahan ia turun dari dipannya dan mengecek adik laki-lakinya.
"Dek, bangun," ucap Shifa sambil mengetuk pintu kamar adiknya.
Shifa terus menyusuri lorong keraton, kemudian menuju dapur untuk membuat kudapan. Dengan penuh keyakinan, ia belajar membuat kudapan itu hanya dari petunjuk buku. Ia membuat adonan kue, menyiapkan krim, serta buah-buahan yang disusunnya dengan cantik untuk ia makan di ruang utama keraton, tempat para pemusik keraton memainkan musik di pagi hari.
Shifa berjalan ke ruang utama sambil membawa sepiring kudapan buatannya dan sebuah teko berisi teh.
"Pak, makan dulu ya. Saya bikinkan kue tadi pagi," ucap Shifa pada seorang musisi tua di sana.
"Waah, terima kasih, Rara Shifa. Eh, ini boleh kubagikan, Rara?" ucap pemusik tua itu.
"Silakan, Pak. Hmm, saya ambil dulu ya sedikit," ucap Shifa sambil mengambil sepotong kue dan segelas teh untuk dirinya sendiri.
"Silakan, Rara," ucap sang pemusik tua.
"Sudahlah, Pak Sugondo, dirimu terlalu menghormati kami. Akulah yang seharusnya menghormatimu, Pak. Dirimu dan teman-temanmu sudah berkorban setiap pagi untuk membangunkan kami," ucap Shifa dengan senyum manis.
"Kami bukan apa-apa dibandingkan dirimu, Rara," ucap Pak Sugondo.
"Walaah, Mas Gondo, kuenya ini lho, Pak, dibagikan. Jangan disimpan sendiri aja," ucap seorang pemusik lainnya.
"Sumitro!! Beh, kamu ini, yang sopan sama Rara Shifa. Apa dirimu nggak ingat pesan Ibu Ratu Cindy dulu?" ucap Pak Sugondo.
"Walah, Mas, Ibu Ratu dah tiada dari dulu. Bukannya di sini tinggal kita berdua yang pernah melihatnya?" ucap Sumitro.
"Kurang ajar. Minta maaf sana," ucap Pak Sugondo sambil menunjuk sepasang foto besar yang dipasang di ruang utama Keraton Kartasura yang dipenuhi taman bunga dan air yang mengalir.
"Pak Gondo, Pak Mitro, memangnya seperti apa Ibu Ratu? Kenapa dirimu begitu menghormatinya? Eh, itu kue buatan Rara Shifa dibagikan deh, kayaknya enak banget," ucap seorang pemusik lainnya.
"Kubagikan ya, Mas Gondo," ucap Sumitro sambil mengambil dan membagikan kue buatan Shifa ke kru pemusik yang berjumlah enam orang itu.
"Hmm, bagaimana bilangnya ya, Jatmiko... Ibu Ratu memungutku dan Mitro saat kami masih kecil. Aku dipungutnya dari tempat pembuangan, sedangkan Mitro dipungut dari pasar. Lalu kami dilatihnya memainkan musik dan dibesarkan bersama Radenmas Yuda waktu itu. Baru hari itu diriku merasakan kasih sayang seorang ibu. Jadi aku mainkan musik setiap pagi untuk membangunkannya, lalu Prabhu Kertarajasa memberikanku sebuah biola dan Mitro sebuah seruling yang kami mainkan sampai sekarang," cerita Pak Sugondo.
"Hmm, aku tidak mengerti tentang kisahmu, tapi kurasa Rara Shifa sudah mirip seperti Ibu Ratu Cindy yang Bapak ceritakan itu," ucap Jatmiko.
"Iya, Mas Gondo, masih kecil loh dia. Bayangkan kalau nanti sudah dewasa, Rara akan jadi seperti dewi," ucap Sumitro.
"Kalau itu kita belum tahu, Mitro. Yang kutahu sekarang, Rara memang sangat baik pada kita. Aku jadi ingat Kanjeng Ibu Cindy," ucap Pak Sugondo.
"Kangen sama Kanjeng Ibu sama Kanjeng Prabhu ya, Mas Gondo?" ucap Sumitro yang sedikit sedih.