Shangkara

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #68

Sayap Sang Garuda

Di pagi buta, Ihsan, Alim, dan Yusuf sudah bangun dari tidur mereka di kedai yang mereka miliki di Garudapura untuk berlatih bersama. Namun, bayangan tentang kerajaan Garudapura masih terngiang-ngiang di kepala Alim dan Yusuf.

"Oi Ihsan, jalan-jalan yok," ajak Alim.

"Boleh, kita keliling ke beberapa outlet dan pabrik yang kita bangun di sini untuk mengecek," ucap Ihsan.

"Lalu setelah itu kita bisa berkeliling Garudapura sekalian survei wilayah. Selama ini kita hanya main-main di wilayah Arunavati saja," timpal Yusuf.

"Iya, Ihsan. Bahkan jika Arunavati adalah wilayah dengan penghasilan penduduk paling tinggi, kita tetap perlu melihat seluruh wilayah Garudapura. Mengingat bahkan wilayah Keraton yang notabene adalah wilayah berpenghasilan tertinggi di kerajaan Mataram masih belum setingkat dengan wilayah paling miskin di Garudapura. Kita perlu tahu seperti apa sebenarnya kerajaan Garudapura ini," ucap Alim.

"Jadi kalian bertiga ingin berkeliling Garudapura ya?" tanya Anas yang baru keluar dari kamar.

"Iya, Anas. Kita ingin berkeliling Garudapura. Kau ada gambaran tentang wilayah kerajaan ini nggak?" tanya Yusuf.

"Jam enam nanti Fio dan Lina akan pulang ke sini. Mereka yang lebih mengerti tentang isi kerajaan ini. Aku cuma mengurus toko dan kedai yang sudah dibuka, dan kebetulan semuanya masih di wilayah Arunavati. Eh, kalau bisa ajak warga setempat juga untuk ikut," ucap Anas.

Ihsan pun langsung mengabari Shafa untuk memintanya menjadi pemandu wisata mereka berkeliling Garudapura, yang tentu saja Shafa langsung mengiyakan.

"Yeay, Shafa mau jadi pemandu wisata kita," ucap Ihsan dengan riang.

"Eh Ihsan, kupikir kau sering sekali mengganggu Shafa itu. Mungkin saja maksud Anas itu mengajak salah satu karyawan kita yang tinggal di sini," ucap Yusuf.

"Kebiasaan emang Ihsan, sering banget spontan," keluh Alim.

"Mas Alim yang sabar ya. Kurasa dari dulu mas Ihsan emang cepat banget mikirnya," ucap Anas.

"Ya Anas, tapi kadang aku mau memukul kepalanya karena pemikiran spontannya itu," ucap Alim dengan geram, sementara Ihsan dan Yusuf mulai bertengkar kecil.

...

Beberapa saat setelah itu, Shafa datang dengan vimana raksasa miliknya.

"Mana datang pula, kayaknya udah agak mabuk asmara anak itu. Padahal cantik banget lho," bisik Alim.

"Yasudahlah mas Alim, gasalah juga kan," ucap Anas.

Namun, satu vimana lainnya datang, kali ini sebuah vimana militer. Dari dalamnya meloncat seorang gadis yang mereka tahu adalah Sekar.

"Jadi anak-anak ini sampai juga di sini ya, Shafa," ucap Sekar dengan wajah penuh percaya diri.

"Kau tidak perlu sampai menggunakan bhaktanetramu, Sekar. Mereka hanya ingin berkeliling," ucap Shafa.

"Alamak, aku lupa kalau Sekar juga tinggal di Garudapura," gumam Yusuf.

"Apa katamu, Suf? Kau gak suka ada aku di sini?" tanya Sekar.

"Gak kok, Kar. Aku senang-senang saja," kata Yusuf sembari memasang senyum paksaan.

"Memangnya Garudapura isinya orang-orang gila seperti ini semua ya?" tanya Alim.

"Hmmm begitulah mas Alim. Kalau jalan-jalan, yang hati-hati ya mas nanti. Jangan terlalu banyak mencari masalah," pinta Anas.

"Tenang aja pak Anas, kami tidak akan banyak membuat masalah kok," ucap Alim.

"Hmmm... selain orang-orang Garudapura, sebenarnya orang-orang dari perguruan kalian itulah yang lebih membuatku ngeri," pikir Anas sembari menyiapkan barang Ihsan, Alim, dan Yusuf untuk mulai jalan-jalan.

...

Waktu menunjukkan jam enam pagi, Fio dan Lina baru saja tiba. Namun, mereka langsung melihat beberapa vimana, dua di antaranya berukuran sangat besar. Salah satunya adalah vimana milik Shafa yang sudah mereka kenali sebelumnya, tetapi vimana militer milik Sekar cukup membuat mereka takut. Mereka pun bergegas menghampiri kedai makan, hingga samar-samar melihat sebuah vimana yang sangat mereka kenali—vimana milik Ihsan yang begitu mereka rindukan. Seketika langkah mereka semakin cepat.

"Mas Ihsan, di mana kamuu!" panggil Fio.

"Fio, di sana lho mas Ihsan," ucap Lina yang mulai merasakan energi Ihsan yang sangat unik.

"Heii Fio, Lina, kami di sini! Udah nunggu dari tadi lho," panggil Ihsan yang nampaknya sangat senang melihat kedatangan dua orang pengabdinya itu.

Benar saja, keduanya langsung memeluk Ihsan erat-erat. Namun, Ihsan segera mendorong mereka menjauh karena risih.

"Hmmm, gak boleh perempuan meluk-meluk laki-laki yang bukan bagian keluarganya," ucap Ihsan sembari menjauhkan Fio dan Lina.

"Siapa mereka, Ihsan?" tanya Shafa.

"Dua karyawati pertama kami," ucap Ihsan dengan santai.

"Owh, karyawatimu... deket banget kayaknya," ucap Shafa yang mulai terlihat sedih.

"Eh Sekar, kelihatannya Shafa agak sedih," ucap Yusuf.

"Si Ihsan itu mau sampai kapan gak bisa peka gitu," tanya Sekar dengan geram.

"Mana aku tau. Lamaran dari raja Mataram untuk anaknya saja dia tolak mentah-mentah," jawab Yusuf.

"Jadi Shafa, kita mau kemana dulu? Eh, kau sedih kenapa Shafa? Siapa yang bisa menyakiti wanita sekuat dirimu," kata Ihsan.

"Tidak ada, Ihsan. Aku baik-baik saja kok. Kita akan berangkat sebentar lagi. Kau mau pakai vimanaku buat jalan-jalan?" tanya Shafa.

"Vimana Sekar aja kayaknya bakal lebih cepat, hehe," ucap Ihsan.

"Gimana Sekar, kamu mau tidak?" ucap Shafa sambil tersenyum getir.

"Baiklah, tapi ada biaya tambahan untuk berkeliling Garudapura dengan vimanaku. Sekitar satu keping koin emas lah per kota. Jadi kalau enam kota di Garudapura, perlu enam koin per orang," ucap Sekar.

Lihat selengkapnya