Shangkara

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #72

Suspensi

Beberapa hari setelah pelajaran pertama Sahasrara, Ihsan, Alim, dan Yusuf mulai terlihat mampu berbicara dengan binatang. Saat itu Yusuf sedang berusaha menciptakan makhluk hidup dengan membaca bermacam doa, namun ia menyadari bahwa penciptaan total hanyalah anugerah dari Tuhan. Sementara itu, Alim melakukan berbagai percobaan penggabungan dan pemisahan sel untuk menyempurnakan wujud barunya, dengan mempelajari ulang struktur makhluk hidup sekaligus struktur jiwa yang diciptakan Tuhan.

Di sisi lain, Ihsan tengah berlatih keras untuk menyempurnakan atmasena miliknya. Ia berusaha memecahkan kode atmasena yang tidak terikat jarak, dan mengerti bahwa ada metode khusus untuk melakukannya. Namun, Ihsan tahu ia perlu mencapai anugerah terlebih dahulu. Sambil menunggu itu, ia terus memodifikasi atmasena secara manual dengan berbagai pencocokan sistem energi.

Tiba-tiba, Ihsan terjatuh dan mimisan akibat beban pikiran yang terlalu tinggi dalam memproses informasi dan sistem operasi energi yang ditambahkannya selama latihan. Untungnya, adaptasi otaknya sudah jauh lebih baik saat itu.

"Woi Ihsan, kau memaksakan diri lagi ya," tanya Alim.

"Bukannya dirimu sudah menggunakan sistem penyembuhan otak, Ihsan? Kenapa kau masih mimisan begitu?" tanya Yusuf.

"Kelihatannya aku memang memaksakan diri lagi. Otakku memang akan disembuhkan, tapi bukan berarti tak bisa terluka. Masih perlu waktu bagi otakku untuk tumbuh kuat. Kurasa selain otakku, aku juga perlu untuk memaksimalkan fungsi setiap sel dalam tubuhku…" ucap Ihsan yang tiba-tiba menyadari perubahan dalam tubuhnya.

Rasa nyeri luar biasa menyerangnya, hingga ia muntah darah, meski tetap memaksa diri untuk berdiri. Alim dan Yusuf mulai khawatir melihat hal itu. Alim segera menyembuhkan Ihsan sembari menatapnya dengan naranetra, memberikan ilusi untuk membuat Ihsan tertidur.

"Kau menghipnotis Ihsan ya?" tanya Yusuf.

"Ini hanya mantra penidur saja. Kalau dia melanjutkan latihan sekarang, dia bisa terluka lebih parah," ucap Alim.

"Aku tahu itu, Alim. Tekad Ihsan masih jauh lebih besar dari yang tubuhnya bisa tahan. Kalau perlu, kita bisa buatkan surat izin untuknya besok," ucap Yusuf sembari memanggil angsa miliknya untuk mengantarkan Ihsan ke musholla.

...

Keesokan harinya Ihsan bangun pagi-pagi buta untuk memulai rutinitas hariannya. Ia bersiap untuk pergi ke sekolah, namun untuk kesekian kalinya tubuhnya tersungkur kesakitan. Beberapa saat kemudian, Alim dan Yusuf keluar dari kamar dan melihat Ihsan terkapar di lantai.

"Hah, apa yang terjadi? Kenapa Ihsan jatuh lagi?" tanya Yusuf panik.

"Segera buatkan izin untuknya, Yusuf. Aku akan membawanya ke rumah sakit sekolah," ucap Alim cepat.

"Kita punya cukup dana untuk membawanya ke rumah sakit kerajaan. Kenapa ke rumah sakit sekolah?" bantah Yusuf.

Namun Alim langsung memanggil garuda miliknya, lalu meletakkan Ihsan di atas punggungnya. "Lebih dekat dan lebih sering menangani anak-anak. Kita belum tahu apakah rumah sakit kerajaan Mataram terbiasa menangani anak kecil seperti kita," ucapnya sambil melesat menuju rumah Surya Savarni, tempat Ihsan akan dirawat untuk sementara waktu.

Yusuf yang masih berada di musholla segera membuatkan surat izin untuk Ihsan. Ia juga menyiapkan satu untuk Alim, barangkali perlu menunggui Ihsan. Untung saja Andre sempat mengajukan diri untuk menjaga Ihsan, lalu meminta Reda dan Heru menggantikan tugasnya sementara. Kebetulan Ihsan bersama Andre sudah menyiapkan beberapa orang yang sedang dipromosikan menjadi bagian direksi dan tengah diuji.

Setelah urusan selesai, tanpa pikir panjang Andre menaiki vimananya dan melesat ke arah rumah sakit sekolah, meninggalkan Reda dan Heru yang tampak sangat khawatir dengan keadaan Ihsan.

"Jadi apa urusan kita saat ini, Heru?" tanya Reda dengan wajah sedih.

"Ada beberapa hal yang perlu kita urus: rekrutan baru, karyawan yang dapat promosi, serta pembangunan tempat pembakaran limbah baru," ucap Heru sambil meneteskan air mata.

"Tenang aja, mas Ihsan akan baik-baik saja kok, Heru," ucap Reda mencoba menenangkan.

"Meski kita tahu dia akan baik-baik saja, tetap saja itu tidak menghapus kesedihan kita. Yasudah, ayo mulai kerja," ucap Heru sembari berjalan menuju tempat kerjanya. Reda mengikuti dari belakang, mengusap air matanya lalu membawa setumpuk berkas kartu memori untuk diserahkan ke tim pencatatan.

...

Saat di sekolah, Yusuf terlihat begitu khawatir hingga tak bisa fokus. Baru saja bel istirahat berbunyi, ia langsung bergegas menuju ruang anatomi untuk membuat replika tubuh manusia.

"Apa yang kamu lakukan, Suf?" tanya Sekar yang sedang membawa bermacam perlengkapan mekanik untuk purwarupa robot terbarunya.

Lihat selengkapnya