Shangkara

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #74

Akshauhini

"Jadi ini pelajaran terakhir dari cakra ketujuh, akshauhini ya? Kuharap ini akan banyak bisa kugunakan," pikir Alim sembari berjalan menuju kelasnya setelah baru saja mengantarkan dan mengurus pemesanan bibit beras premium tipe kishoten untuk usaha restoran nasi kotak. Itu adalah ide baru Ihsan yang tercetus setelah kelayapan tanpa arah di pinggiran kota Kaustubamani, tepat di sekitar keraton Kartasura.

"Oi Alim, kenapa kok bingung banget nih? Semangat dong, ini pelajaran pamungkas di Manasasagara," ucap seorang teman Alim di kelas.

"Biasalah, Ihsan lagi ada ide baru lagi. Aku lagi bikin beberapa rancangan agar mempermulus usaha dengan membuka cabang nasi kotak. Apa dirimu ada ide, Irene?" tanya Alim.

"Sekarang mau bikin nasi kotak juga ya? Kurasa kalian perlu mengiklankan produk kalian lagi. Kemarin kayaknya udah bagus," ucap Irene.

"Itulah masalahnya. Untuk sementara Shifa dan Shafa sedang menjalani latihan vishkanya, dan dengan intensitas latihan seperti itu aku tidak bisa memaksakan agar mereka mau. Aku sudah siapkan beberapa rencana cadangan, entah dengan menggunakan para atlet untuk iklan, atau meminta tolong Sekar untuk periklanan. Tapi ya begitulah, aku masih ragu," ucap Alim.

"Kupikir kalian lebih perlu memaksimalkan metode pemesanan kalian, serta mulai membuat mainan yang bisa didapatkan. Itu bisa membantu penjualan ke anak-anak," ucap Irene.

"Mainan? Menarik. Aku juga suka mainan. Hmm, kayaknya itu ide bagus, Irene. Makasih ya," ucap Alim.

"Sama-sama," balas Irene yang segera mengantar Alim ke tempat duduk, sembari terus berbincang-bincang dengannya, tanpa menyadari Bagas sudah masuk bersama Pak Gatot.

"Wei mbak Irene, ada apa nih duduk di tempatku? Kupikir dirimu lebih suka di belakang buat ngecek toko online dan beli beberapa barang," ucap Bagas sembari meminta Irene untuk menyingkir.

"Iiih, Bagas, kau ini gak seruuu. Aku kan cuma mau berbincang sebentar," rengek Irene.

"Langsung jadi kayak bayi lagi. Gak ada urusan denganku. Pak Gatot sudah tiba, mending balik sebelum kelas dimulai. Curi-curi kesempatan terus buat bicara dengan Alim," tegur Bagas.

"Hahahaha, biarkan ajalah, Bagas. Kau ini terlalu galak sebagai ketua kelas. Wajar kalau Alim populer di kalangan gadis. Dia itu tampan, kaya, rapi, tahu kapan santai dan kapan serius, pengertian. Sayang sekali tuan putri lagi sibuk, jadi dia agak stres," sahut Pak Gatot.

"Hhh, Pak, aku stres bukan karena Shifa sedang sibuk. Hal yang bikin aku stres sekarang ini, Ihsan mulai merancang ide lagi," ucap Alim.

"Bisa stres juga kau, Alim. Nih apel," ucap Shifa yang baru saja datang dari latihan paginya.

"Terima kasih, Shifa. Eh, nggak kok, aku gak stres. Aman aja, hehehe," kata Alim yang langsung terlihat bahagia saat menerima apel dari Shifa.

"Hahaha, lihat itu Bagas, baru aja Shifa datang dia langsung sumringah," ejek Pak Gatot.

"Emang gitu orangnya, Pak, hihihi. Ngomongnya gak perlu, tapi kalau orangnya ada, bahagia banget. Kayaknya udah permanen sukanya. Kalau dipisahkan bisa kacau dunia ini," ejek Bagas.

"Udah ya, Pak Gatot, Bagas. Kelasnya lebih baik dimulai dulu. Aku sedang lelah setelah berlatih, kelihatannya tidak banyak energiku untuk menahan emosiku," kata Shifa sembari tersenyum manis.

"Sssshhh, jangan keras-keras. Nanti kita dilaporkan ke bapaknya," ucap Pak Gatot pada kelasnya.

"Oh iya, Pak Gatot, nanti kita jadi buronan kerajaan, hehehe," gurau Bagas yang akhirnya mengundang tinju Shifa ke mukanya.

"Mulai aja kelasnya, oke," ucap Shifa yang kesal.

Setelah menerima pukulan itu, Bagas langsung bangkit dan membersihkan pakaiannya, lalu menyiapkan kelas agar Pak Gatot bisa mulai mengajar. Meski agak lebih pagi dari tanda masuk kelas, karena kelas sudah lengkap dan Pak Gatot juga siap, mereka langsung memulai pelajaran hari itu.

...

Lihat selengkapnya