Shangkara

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #80

Keluarga

Tiga bulan telah berlalu semenjak Steve dan Lintang berangkat ujian. Kini sudah waktunya mereka kembali. Keduanya pulang dengan keadaan yang sangat berbeda, namun ada satu hal yang sama terpancar dari mereka: kekuatan yang begitu besar.

"Hai Ibu, apa engkau menungguku?" tanya Lintang yang baru keluar dari zona ujian dan disambut oleh ibundanya.

"Ibu bangga padamu, nak. Andai saja ayahmu bisa melihatmu, mungkin dia bisa berubah menjadi lebih baik," ucap ibundanya.

"Ayah sedang beristirahat, bu. Biarkan saja. Kita bisa bertemu nanti kalau Tuhan berkenan mempertemukan kita bertiga," ucap Lintang.

"Tenanglah, Ine. Keempat penjaga dunia itu bertarung bukan di jalan yang salah. Mereka hanya berjuang dengan cara yang berbeda," kata salah satu guru Lintang.

"Terimakasih sudah mau mengajar anakku, Aisa, bahkan ketika penyebab perpisahanmu dengan cintamu itu adalah lelaki yang kucintai," ucap Ine.

"Itu bukan alasanku menaruh dendam padamu. Meski kita bertemu karena mereka, bukan berarti kita akan berpisah karena mereka," ucap Aisa.

"Ibu, aku menemui saudara-saudaraku dulu ya. Tolong jaga ibuku ya, bu Aisa," ucap Lintang yang terlihat sedikit sedih karena teringat samar-samar pelukan ayahnya yang kuat, lalu segera melesat menuju musholla kecil tempatnya berbagi cerita dengan saudara-saudara yang ia temui sepanjang perjalanan.

Sementara itu Steve terlihat keluar dan disambut oleh para guru yang selama ini mengajarnya. Pak Alex tampak sangat bangga pada Steve yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. Ia hanya bisa menangis, sementara guru-guru lain bersorak merayakan keberhasilan Steve.

"Kenapa pak Alex, kau hanya menangis di sini?" tanya ayah Steve yang menunggu bersama ibunda Steve.

"Kau beruntung punya anak seperti dia, pak Andi. Aku iri padamu. Aku ingin dia jadi anakku juga. Anak-anakku pasti senang bisa punya adik yang bijaksana seperti itu," ucap pak Alex.

"Kau selalu bisa memanggil Steve anakmu, pak Alex. Saat dia pulang, dia sering menceritakan dirimu dan saudara-saudaranya itu. Anak bernama Lintang yang selalu menikmati adrenalin, bocah bernama Yusuf yang banyak tanya dan sangat teliti, anak bernama Alim yang penuh kepedulian, dan juga bocah bernama Ihsan yang selalu berusaha berbagi kebahagiaan meski kadang malah mengacau. Lalu dia bercerita tentangmu yang sering menasihati dan merawatnya selama ada di sini. Bahkan kudengar kau dan Steve sering jalan-jalan mencari kopi, ya? Hahaha, dasar kalian maniak kopi, sama sepertiku," ucap pak Andi.

"Heeh, kopi rekomendasi anakmu itu sangat enak. Dia yang paling bijaksana di antara kelima bersaudara itu. Entah apa lagi kejutan yang akan mereka berikan setelah lulus nanti. Bertemu mereka berlima sekaligus seolah menjadi sebuah kehormatan bagiku," ucap pak Alex.

Akhirnya Steve mendekat, memeluk keluarganya satu per satu, lalu menyentuh kaki pak Alex sambil menangis.

"Terimakasih ayah," ucap Steve sembari menyentuh kaki pak Alex.

"Jaga diri kau, nak. Aku akan merindukanmu," ucap pak Alex sembari memeluk erat Steve sambil menangis.

Kemudian Steve tersenyum, menatap langit, dan berkata,

"Semuanya, aku pamit dulu ya. Mau menyapa saudara-saudaraku, terutama tiga adikku yang nakal itu. Aku khawatir mereka membuat masalah."

Steve melambaikan tangannya lalu melesat menuju musholla kecil tempatnya selama ini tinggal.

...

Sesampainya di kampung Kincir, Steve dan Lintang sempat bertemu di parkiran. Tatapan mereka hari itu terasa semakin tajam. Keduanya menghirup udara kampung Kincir yang kini jauh lebih baik dibanding terakhir kali mereka berada di sana. Setelah itu, dua pejuang tersebut terbang bersama menuju musholla.

Sesampainya di musholla, mereka melihat Ihsan, Alim, dan Yusuf sedang berlatih tanding. Keduanya benar-benar terkejut menyaksikan ketiganya bisa saling mengimbangi. Padahal, seingat mereka, terakhir kali Ihsan belum mampu bertarung di level yang sama dengan Alim dan Yusuf. Kini, mereka bertiga sudah mampu saling beradu serangan.

"Ihsaaan, Aliiim, Yusuuuf, kami pulaaang! Kalian apa kabaaar?" teriak Lintang, mengejutkan ketiga adiknya yang langsung menghentikan latihan mereka untuk memeluk kedua kakaknya itu.

"Gimana kabar kalian, apa kalian baik-baik saja?" tanya Steve.

Lihat selengkapnya