Pushpaka vimana milik Ihsan melesat di langit Ngalam, menurunkan salah satu pemuda terbaik mereka di sana. Melihat vimana itu pergi, Yusuf hanya bisa tersenyum sambil mengenang masa-masa kebersamaan mereka. Namun kali ini ada sesuatu yang lebih besar yang harus ia kerjakan: melanjutkan pembangunan kotanya.
Ia sudah dibekali dengan sebuah badan usaha Kailash yang berdiri kokoh, ditambah bermacam rancangan peralatan yang masih menumpuk di otaknya, juga jaringan saudara serta para rekan bisnis di Ngalam raya yang telah ia bentuk sebelumnya.
"Kini aku tidak lagi bersama dengan kalian ya, Ihsan, Alim, mas Steve, mas Lintang. Tapi lihat saja, teknologi buatanku akan memenuhi rumah warga dan membantu mereka. Apalagi kota ini berisi orang-orang yang sangat cepat beradaptasi," ucap Yusuf sembari melangkah pulang menuju rumah, tempat ayah dan ibunya sudah menanti kepulangan anaknya.
Pushpaka vimana milik Ihsan akhirnya melaju hingga tiba di Tirtawangi, tanah kelahiran Ihsan dan Alim.
"Jaga diri kalian, Ihsan, Alim. Eee, aku pinjam dulu vimananya ya," ucap Steve.
"Gak mau mampir dulu, mas?" tanya Alim.
"Eh, Steve sudah rindu pulang kayaknya, menemui mbak Zahra tercinta," goda Lintang.
"Heh, Lintang, jangan bawa-bawa Zahra deh. Rumahku jauh tau, kau kira melakukan bisnis antar negara itu mudah? Lagian Zahra itu... hmm, sekretaris saja," ucap Steve.
"Kalau lebih juga gak apa-apa kok, mas," sahut Alim sambil tertawa kecil bersama Lintang.
"Kalian memang suka sekali menggangguku, hhhh," keluh Steve.
"Owwh, sekretaris baru ya? Bagus juga, ternyata bisnis kita sudah berkembang di sana," ucap Ihsan.
"Ya begitulah, Ihsan. Lebih dari itu aku juga membuat saluran air," jawab Steve.
"Kukira jatuh cinta akan membuatnya sedikit lebih peka dengan kode kita," ucap Lintang sambil melirik tajam ke arah Ihsan.
"Harusnya dia paham sih, mas. Tapi fokusnya memang agak lain," sahut Alim.
"Yok cak, kita pulang. Sudah lama gak makan masakan ibu," ucap Ihsan.
"Ayo, Ihsan. Kau duluan," jawab Alim sambil mempersilakan Ihsan keluar, lalu ikut bersiap.
"Sampai jumpa lagi," ucap Steve dan Lintang sambil melambaikan tangan pada kedua adiknya yang melesat turun menuju tanah kelahiran mereka.
Sementara itu, pintu pushpaka vimana itu kembali tertutup dan melesat kembali ke Mataram, lalu menuju Panditanagara.
Ihsan dan Alim mendarat tepat di pekarangan rumah mereka, tempat dulu mereka sering bermain. Saat itu, orang tua mereka sedang berbincang-bincang seperti biasa di pos.
"Assalamu'alaikum," sapa Ihsan dan Alim dengan senyuman dari balik debu.
"Waalaikumsalam," balas orang-orang di sana, mulai melihat bayangan di balik debu itu, menyadari Ihsan dan Alim sudah pulang dengan kekuatan baru yang sangat dahsyat.
"Bikin kaget aja kau, Alim," balas Bu Tin.