Setelah mendapat izin dari ibunda mereka, Ihsan dan Alim segera menaiki wahana menuju alas Purwa. Tujuan mereka jelas: menebar alga biru hasil modifikasi Alim agar mampu berkembang biak lebih cepat berkat proses seleksi yang telah ia lakukan.
“Dimana kita akan menebar ini, cak?” tanya Ihsan sambil menatap laut luas di bawah mereka.
“Di lautan planet-planet yang ada di sini. Kalau bisa, jangan sampai memicu konfrontasi dengan vasuki, atau mereka bisa jadi makin agresif,” jawab Alim serius.
“Katamu bisa diusir dengan garuda atau sheshnaag, kok sekarang malah takut?” sindir Ihsan.
“Kali ini bukan kita saja yang terancam. Kalau vasuki marah, warga bisa kena imbasnya. Tenaga kita juga harus dihemat untuk menghadapi para penganut tantra liar itu. Aku dengar pemimpin mereka sangat kuat, hampir setara atirathi, ditambah beberapa rathi yang tersebar di berbagai tempat. Bahkan kabarnya ada yang sudah menjadi wedana,” jelas Alim.
“Wah, sudah cukup rumit rupanya. Informasi bagus,” ucap Ihsan sembari menurunkan wahana, mendarat di salah satu planet di wilayah alas Purwa.
“Kita tidak perlu buru-buru menyerang wedana penganut tantra itu. Meski ia mendapat jabatan secara tidak resmi, kalau sudah jadi seorang wedana, tindakannya pasti dikontrol negara. Lagipula, tak semua penganut tantra itu jahat. Dirimu sendiri kan seorang penganut tantra. Yang harus kita berantas hanyalah mereka yang menjalankan ritual keji, seperti pembunuhan, pengorbanan darah, dan praktek menyimpang lainnya,” lanjut Alim sembari menuangkan botol berisi alga biru ke lautan. Ia lalu mengambil sedikit air untuk mengisi ulang botol kaca itu.
“Gimana cak, kita sudah bisa pindah tempat?” tanya Ihsan.
“Sebentar. Kita harus mengecek perubahannya dulu,” jawab Alim sambil mengaktifkan naranetra untuk memantau perkembangan alga biru miliknya.
Begitu dipastikan aman, barulah ia berdiri dan beranjak bersama Ihsan menuju planet berikutnya.
Sesampainya di sebuah planet kecil Ihsan dan Alim melihat banyak warga berkumpul di semacam lapangan di dekat hutan sembari membawa banyak sekali binatang ternak dan mereka memutuskan untuk turun di sana, kebetulan ada sungai di dekat situ untuk tempat mereka menuangkan cairan alga biru. Kali ini Ihsan yang menuangkannya sembari mengambil air dari aliran sungai yang sangat jernih itu untuk diminum serta nantinya untuk mengisi ulang botol-botol kaca berisi alga biru mereka hingga Alim mendengar bahwa orang-orang itu mulai membacakan doa pada vasuki.
"Apa yang terjadi sebenarnya di sini, mereka menganggap ular sebagai dewa pelindung mereka, ini tak bisa dibiarkan," ucap Alim sambil memanggil chakra miliknya.
Lalu seekor vasuki melata di sana dengan ukuran yang sangat besar tepat saat ular itu ingin menelan ternak warga.
Alim langsung melepaskan chakra miliknya dan memotong leher ular itu sampai kepalanya terjatuh ke tanah menyisakan sebuah potongan yang sangat mulus di hadapan para penyembah ular itu.
"Heeeh, katamu jangan sampai ada konfrontasi dengan vasuki," ucap Ihsan.
"Itu kalau mereka adalah vasuki liar. Yang ini sudah disembah oleh warga, dia pasti lemah dan tak bisa menjaga Tirtawangi sedikitpun, ini lebih mirip binatang peliharaan daripada vasuki yang kuat," ucap Alim dengan geram.
"Hooo bisa dipelihara juga rupanya," ucap Ihsan yang tiba-tiba tersenyum lebar.
"Hoi Ihsan, apa yang ada di pikiranmu saat ini?" tanya Alim yang mulai menyadari ide gila dari Ihsan mulai keluar.
"Kau sudah punya sheshnaag, kukira tak ada salahnya aku merawat seekor vasuki," ucap Ihsan.
"Grrrhhh sudah kuduga anak ini mulai berpikir aneh-aneh lagi," pikir Alim.