“Gimana kabarmu, Ihsan? Sudah sebulan semenjak kita mendapatkan vasuki, dan banyak sekali personel baru karena idemu untuk mengalungkan vasuki saat bertemu mereka,” ucap Alim.
“Aku baik-baik saja, cak. Oiya, mereka sudah mulai sadar untuk berubah dari sesembahan lama mereka. Tapi beberapa malah mulai berdoa padaku. Dasar orang aneh,” ucap Ihsan.
“Kau tidak bunuh mereka kan?” tanya Alim.
“Eeeee gimana ya, kadang mereka membuatku kesal karena kebiasaan bodoh itu. Padahal sudah kujelaskan tentang sistem energi,” jawab Ihsan.
“Hhh, dasar maniak,” ucap Alim dengan kesal.
“Jadi, apakah kita sudah mendapatkan data mengenai musuh kita serta dukungan dari para pejabat?” tanya Ihsan.
“Kita mendapatkan dukungan dari puluhan wedana yang tidak lagi menginginkan keberadaan para penganut tantra liar yang meresahkan, serta beberapa suplai bisnis baru,” jelas Alim.
“Hoo, menarik. Kalau mereka memang tidak suka dengan para praktisi aliran tantra liar yang sesat itu, kenapa mereka tidak menyerang sedari awal?” tanya Ihsan.
“Ini lebih rumit dari yang kubayangkan. Sebenarnya sebagian besar penduduk Tirtawangi menggunakan bisnis yang terkait dengan benda-benda terkutuk itu. Ini membuat koneksi mereka dengan dunia luar sangat erat. Aku harus akui kalau senjata yang disusun dengan tantra memiliki properti yang sangat unik, bahkan meski belum dilatih. Dan warga bukan hanya perlu dicerdaskan, tapi juga perlu adanya perhatian khusus terhadap kondisi perekonomian mereka. Selama ini pemerintah setempat tidak bisa melakukan banyak hal mengingat kas pemerintah menipis dan tidak punya dana untuk melawan mereka yang sangat mapan,” ucap Alim panjang lebar.
“Jadi begitu ya. Bisnis kita sudah mulai tersebar di sistem bintang ini. Hanya tinggal menunggu waktu sampai bisa mempengaruhi sebuah galaksi, lalu mulai merambah seluruh perkampungan. Berarti kesadaran warga harusnya juga meningkat dengan banyaknya opsi pekerjaan baru, apalagi kita dapat banyak sekali pekerja gratis, hihihi,” ucap Ihsan.
“Kau tidak berniat memperbudak mereka kan, Ihsan?” tanya Alim.
“Hmmm, kalau dijual di pasar budak bisa dapat berapa ya diriku,” gumam Ihsan.
“Woi, emang kurang bener isi kepalamu itu,” ucap Alim.
“Tapi di sini juga memang banyak sekali pasar budak, organ dalam, peralatan klenik, serta bermacam binatang yang tidak lazim dijual di pasar, seperti monyet, ular, belatung, kalajengking, lipan, dan lain-lain. Aku agak tertarik beli sih, tapi kepercayaan warga membuatku tidak jadi membelinya. Eh iya cak, para babi yang dilepas waktu itu mulai tumbuh besar dan bisa menjadi bahan makanan vasuki,” jelas Ihsan.
“Hhh, baguslah kalau begitu. Jadi gimana? Apakah kita akan mulai bergerak?” ucap Alim.
“Tunggu dulu cak, aku memanggil beberapa kawan lama untuk membantu kita,” ucap Ihsan yang berjalan menuju lahan parkir dekat situ dan menyaksikan beberapa vimana mulai turun di dekat sana.
“Eh, bukannya itu vimana Shifa?” ucap Alim.
“Kau benar cak, mereka adalah empat teman kita: Shifa, Rio, Bagas, dan juga Shafa,” ucap Ihsan.
“Eh, kenapa kau mengundang mereka?” tanya Alim.
“Shifa itu punya skill pengobatan di atas rata-rata. Rio dengan rsinetranya akan membantu kita mengidentifikasi energi musuh. Bagas adalah pendekar pedang yang sangat kuat, kupikir dia akan bisa mengubah persepsi masyarakat tentang mencari kekuatan dari ajaran sesat. Dan Shafa menawarkan bantuan untuk kita karena dikabari oleh Shifa,” jelas Ihsan.