lati memancing, Ihsan menemui Shafa untuk mengajaknya ikut serta dalam kompetisi devasena tahun ini. Tentu saja Shafa dengan senang hati menerima ajakan Ihsan. Sementara itu, Alim dan Bagas meminta Shifa untuk bergabung dengan tim mereka. Shifa pun setuju, bahkan mengusulkan agar mereka berlatih bersama para pengawal kerajaan. Untuk itu, malam itu juga Alim meminta izin kepada orang tuanya agar dapat berlatih di keraton Kartasura.
"Sudah mau pergi lagi, le? Tidak mau tinggal di sini dulu sampai hari keberangkatan menuju arena?" tanya bu Tin.
"Berangkatlah, Alim. Ayah merestuimu untuk berlatih dengan keluarga kerajaan. Aku minta tolong jangan bersedih, istriku. Dia sedang berusaha untuk menjadi lebih baik. Kesedihanmu justru akan menghalanginya," ucap pak Khan.
"Tapi dia baru sebentar saja pulang dari sekolahnya, kini mau pergi lagi. Apa tidak capek?" ucap bu Tin sambil menahan air matanya.
"Ibu, kalau kau tidak mengizinkanku pergi, aku akan berlatih di sini saja," ucap Alim.
"Izinkanlah anak kita pergi menggapai keberhasilan. Semakin banyak dia mengenal orang lain, semakin besar juga kebijaksanaannya. Dan seiring dengan kebijaksanaan itu, akan muncul kekuatan yang tidak terkalahkan. Dia sudah jauh lebih kuat dari kita berdua, biarkan saja dia pergi, sayang," pinta Khan untuk meyakinkan istrinya.
"Jaga dirimu di sana, nak. Ibu akan siapkan bekalmu," ucap bu Tin sambil mengusap kepala putranya.
"Terima kasih, kanjeng ibu… terima kasih," ucap Alim sembari memeluk kedua orang tuanya.
...
Keesokan harinya, saat pagi masih buta, Alim, Shifa, dan Bagas meninggalkan Tirtawangi dengan menggunakan vimana kerajaan milik Shifa.
"Ihsan, kau yakin akan tinggal di sini saja? Kenapa tidak mau berlatih di Garudapura bersama orang-orang di sana?" tanya Alim sebelum berangkat.
"Aku mau mengawasi bisnis di sini. Nanti bisnis di Mataram tolong dipantau, ya," ucap Ihsan.
"Siap Ihsan. Titip yang di sini, ya," balas Alim sambil menghampiri ayah dan ibunya. "Ibuk, bapak, aku pergi dulu," katanya sambil menyentuh kaki kedua orang tuanya.
"Jaga dirimu, ya, nak," ucap bu Tin.
"Oi jagoan, tos dulu. Janji sama ayah kalau kau akan jadi lebih baik lagi dari sekarang," ucap Khan sambil mengepalkan tinjunya ke arah Alim.
"Oke, ayah," sahut Alim.
"Santai aja dulur. Anggap teman aja," lanjut Khan.
"Siap masbro," ucap Alim sembari tersenyum, lalu meninggalkan kedua orang tuanya untuk kembali ke Mataram dan berlatih bersama keluarga kerajaan.
Sementara itu, Ihsan langsung bergabung dengan timnya yang sudah mulai berlatih.
"Gimana sih, Ihsan, kita bisa tambah kuat dengan cepat kalau berlatih di Garudapura bersama keluarga Shafa," ucap Rio.
"Di manapun kita berada, kita bisa bertambah kuat asalkan berlatih dengan serius. Aku juga sudah minta izin pada bapak Shafa dan berjanji akan menjaganya selama di sini," jawab Ihsan.
"Terima kasih, Ihsan. Papaku sudah mengizinkan. Jadi, apa yang akan kita lakukan setelah ini?" tanya Shafa dengan nada sedikit sedih.
"Aku punya ide bagus. Sebelum berangkat ke arena, kita akan berlatih gerakan kombinasi. Kalau kalian mau, aku akan mencoba mengajarkan bholenath pada kalian," ucap Ihsan.
"Bholenath!? Maksudmu kau akan mengajari kami teknik penghancur itu? Kau yakin kami tidak akan melampauimu setelah kau mengajarkan teknik sekuat itu? Tapi itu menarik. Aku akan berlatih bersamamu, Ihsan. Bagaimana denganmu, Shafa?" tanya Rio.
"Aku juga ikut berlatih. Tapi aku tidak menginginkan latihan bholenath. Aku mau kau mengajariku tenaga tantra, Ihsan," ucap Shafa.
"Hmmph, itu bukan perkara sepele, Shafa. Tapi aku akan melatihmu membangkitkannya, meski aku tidak yakin bisa mengajarimu cara mengendalikannya. Tantraku belum sekuat itu," jawab Ihsan.