Pada malam hari setelah penerjunan peserta, Ihsan dan timnya mengitari wilayah mereka untuk berburu poin, ledakan yang ditimbulkan Ihsan tadi pagi membuat siang dan malam tidak ada bedanya, kegelapan menyelimuti para pejuang setelah ledakan yang menyilaukan itu, sebagian besar pasukan harus menyembuhkan tubuhnya terutama mata mereka yang terkena dampak paling banyak dari cahaya dan panas ledakan, kini pun situasi menjadi gelap gulita sehingga sebagian besar tim harus menggunakan penerangan tambahan hanya untuk menggunakan penglihatan mereka yang hampir sirna setelah ledakan tadi pagi.
“Tim kali ya, pantas sih nama mereka begitu, tiga orang gila itu memang pantas disandingkan dengan kejamnya waktu,” ucap Feri pada kedua rekannya.
“Tenang saja Feri, asalkan kita mencari aman dan tidak lengah kita akan mendapatkan cukup poin untuk melaju ke babak tanding tim,” ucap salah satu teman Feri.
“Pearl benar tentang hal itu, kalau kita selalu siaga, kita akan cukup kuat untuk memasuki final, tapi tetap waspada terhadap beberapa tim sih, tim sidhi dan tim ashurantaka adalah dua tim yang harus sangat kita waspadai, tahun lalu saja mereka sudah mencapai babak tanding,” ucap teman Feri satunya.
“Hmm itu benar sekali Noriko, kita memang perlu mencari aman dulu,” ucap Feri.
“Baiklah kita akan berkemah di sini, meski agak berbahaya aku yakin kita bisa bertahan,” ucap Noriko.
“Di sini berbahaya, aku bisa kirim kalian ke tempat perkemahan hari ini, besok pagi kalian bisa mengulang lagi kok,” ucap seseorang dari atas batu.
“Wanita itu!? Bukannya dia, Prajnaparamita Shafa,” ucap Pearl sedikit takjub dengan kecantikan Shafa meski hanya dari terangnya nyala matanya.
“Kurasa kita memang harus mengulang lagi dari awal esok hari, kenapa kau mengincar kami, kau ada dendam padaku kah,” ucap Feri dengan penuh ketakutan.
“Bukan kok, Ihsan bilang kalau ada orang dengan poin sepuluh ke atas kita curi poinnya dan poin kalian ada sebelas, lumayan buat tambahan poin kami,” ucap Shafa sembari membentuk mudra api dan membuat api hitam yang tak terlihat malam itu lalu menembakkannya ke tim yang malang itu dan mengirimkan mereka kembali ke lokasi awal mereka sekaligus memindahkan poin mereka kepada tim kali.
“Dengan ini poin tim kali adalah seratus delapan, semoga mereka mau kembali bertempur lagi besok agar bisa jadi sumber poin mudah,” gumam Shafa.
“Oi oi oi bukannya itu terlalu berlebihan Shafa, kau tak perlu sekejam itu pada musuh,” ucap Rio.
“Tenang saja Rio, jika peserta mendapatkan luka fatal mereka akan langsung dikembalikan ke titik penerjunan dan poin yang mereka kumpulkan akan dipindahkan ke orang yang mengeliminasi mereka serta luka-luka akan dipulihkan,” ucap Shafa.
“Pihak panitia juga harus sigap bereaksi kalau begitu, bayangkan saja kalau mereka tidak sempat mengamankan mereka, apalagi api hitam itu bukan hal yang mudah untuk dipadamkan, kecuali pakai penyegelan atau pemindahan,” ucap Rio.
“Tapi masih bisa dipadamkan bukan,” balas Shafa.
“Heiiihh jangan pakai api hitam lagi Shafa, gelap-gelap seperti ini gak kelihatan apinya,” ucap Ihsan.
“Iya Ihsan, tapi bukannya itu bagus kalau kita bisa menggunakan serangan tanpa terlihat,” ucap Shafa.
“Eeeeh iya sih, ah sudahlah teruskan saja Shafa, jangan boros energi ya,” ucap Ihsan.
"Woi yang benar aja kau bilang itu, daritadi bukannya kau melepaskan bholenath kemana-mana Ihsan?, aku baru pakai beberapa udah kelelahan lho," ucap Rio.
"Eeeeee iya juga ya ahahaha," ucap Ihsan.