Shavo: Jalan Panjang Kriminalitas dan Cinta

Arcadio Buendia
Chapter #2

BAB 2 - Narkoba dan Awal Pertikaian


Di sinilah awal mula pertemuan maut di kafe Gagenpress yang menggemparkan kehidupan bawah tanah organisasi kriminal yang melibatkan 2 klan mafia paling berpengaruh di negara Akasia, yaitu klan Malakian dan klan Dolmayan.

Thomas, seorang pengedar besar narkoba cerdik dari negara Grizlik, merencanakan langkah besar dalam bisnis gelapnya. Dia ingin mengepakkan sayap bisnisnya di negara besar Akasia. Namun, semuanya tidak berjalan mulus seperti yang dia harapkan. Dia harus menghadapi 3 klan mafia terkemuka di negara itu, dan harus menyepakati banyak hal untuk mencapai keuntungan signifikan. Tanpa melewati persetujuan dari ketiga klan itu, narkoba sudah pasti tidak bisa diedarkan dalam jumlah besar.

Setelah menyepakati pertemuan yang telah dijadwalkan, Thomas dan rombongannya memasuki rumah mewah pimpinan klan Malakian di pusat Kota Kasemepa, Provinsi Bulagi. Thomas, seorang pria berkepala plontos dengan tubuh kekar dan wajah yang dipenuhi bekas luka, berdiri di hadapan Sam Malakian, pemimpin klan Malakian yang terkenal bijaksana namun tegas. Sam Malakian, dengan sorot mata tajamnya, mendengarkan tawaran yang diajukan oleh Thomas.

Tanpa banyak basa-basi, Thomas mulai buka suara, “Tuan Sam, saya ingin mengajak Anda berbisnis. Saya punya pasokan narkoba yang sangat menguntungkan untuk distribusikan di Akasia. Saya datang dari Grizlik untuk menawarkan kesepakatan yang menguntungkan bagi kita semua," kata Thomas dengan nada rendah, namun penuh keyakinan. "Bisnis narkoba di negara Akasia sangat menjanjikan, dan saya memiliki jaringan yang luas dengan sistem peredaran antar negara yang sangat aman. Keluarga Malakian adalah yang terkuat di Akasia, dan saya yakin kita bisa bekerja sama dengan baik.”

Namun, keyakinan Thomas akan kesepakatan itu tidak terjadi. Dengan nada sopan, Sam Malakian mengutarakan penolakannya. “Tuan Thomas, saya menghormati usaha Anda, tapi kami tidak bisa terlibat dalam peredaran narkoba. Akasia tidak mentolerir jenis bisnis ini. Kami sudah membangun reputasi yang baik, dan kami tidak ingin menjalani risiko hukum yang tinggi. Hukum di sini tidak main-main dengan hal semacam itu. Keluarga Malakian telah membangun kekuasaan yang kuat selama bertahun-tahun tanpa berurusan dengan bisnis narkoba, meskipun keuntungannya sangat besar.”

Wajah Thomas tampak datar setelah mendengar penolakan itu. Belum menyerah, Thomas kembali membujuk Sam Malakian, “Berdasarkan informasi yang saya dengar, anda memiliki koneksi yang besar di pemerintahan, politisi, jaksa, dan polisi. Anda bisa mengatur hukum di sini. Saya menawarkan keuntungan yang besar. Kita bisa menjadi mitra yang saling menguntungkan."

Thomas memandang Sam Malakian dengan raut wajah kecewa, namun ia tidak menyerah. "Ini adalah kesempatan yang tidak akan datang dua kali, tuan Sam. Tapi baiklah, saya akan mencari jalan lain." Dengan langkah berat, Thomas meninggalkan ruangan, meninggalkan Sam Malakian yang masih memikirkan kata-katanya.

Setelah pamit, Thomas langsung menuju markas klan Dolmayan di Kota Serese. Di sana, ia disambut oleh Borris, kepala klan yang terkenal licik tetapi pintar dalam berbisnis. "Apa yang anda tawarkan padaku, tuan Thomas?" tanya Borris, memandangi Thomas dengan penuh rasa ingin tahu.

“Borris, saya ingin mengajak keluarga Dolmayan untuk bergabung dalam distribusi narkoba di Akasia. Dengan jaringan kalian, kita bisa menguasai pasar,” jawab Thomas, menatap langsung mata Borris.

Borris mengernyitkan dahinya sejenak sebelum menjawab. Borris tahu bahwa klan Dolmayan tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mengendalikan bisnis narkoba sendirian. “Saya tahu risiko ini, tapi apa yang kau tawarkan lebih dari sekadar keuntungan biasa. Tentu saja, kita juga perlu berbicara dengan keluarga Malakian. Mereka memiliki pengaruh yang signifikan di negara ini.”

Lihat selengkapnya