Sherly Seeker - The Mortal Demon

Eliase Alfarz
Chapter #4

Detektif Unik Indonesia

SHERLY TERSENYUM TIPIS, melihat Rayan dan Khadir yang menatapnya terkejut. Ia bahkan memberikan nada bertanya agar 2 orang itu tidak menganggapnya serius. Meskipun harus dia akui kalau nada yang ia keluarkan terdengar meremehkan. "Aku hanya bertanya, kenapa kalian sekaget itu?" Ucapnya mencoba mencairkan ketegangan 2 orang di hadapan.

"How did you?" tanya Rayan dengan nada kagum.

"Hei, aku hanya menebak," Balas Sherly menyandarkan punggungnya ke kursi. "Aku hanya bertanya untuk memastikan," Lanjutnya.

Masih kagum dengan asumsi sosok di hadapannya, Rayan menghembuskan napas sembari terkekeh pelan, tak lupa ia menyugar rambutnya ke belakang sebelum interupsi yang dilakukan Jeni terjadi. Dengan 3 gelas minuman yang terletak di atas nampan, Wanita dengan rambut pirang sepunggung itu tersenyum manis melihatnya. Ia menatap Sherly, memberikan kode untuk menyuruh sekretarisnya itu keluar sebelum ia berbicara.

Paham akan tatapan Rayan, Sherly tersenyum ke arah Jeni. "Letakkan minumnya lalu keluar!" Perintahnya. Melihat Jeni yang menurut meletakkan minuman di atas meja dan keluar dari ruangan, Sherly menghela napas lelah. Ia berdiri, berjalan memutar hingga sampai di belakang 2 orang yang masih berdiri. "Minuman yang disiapkan Jeni selalu memuaskan, minumlah secara perlahan," Ucapnya. "Melihat keter-kejutan kalian berdua, sepertinya benar kalian mencari hal lain dan bukannya pembunuh korban. The power of hate sepertinya memang benar-benar ada, kan kan?" serunya. Sherly tersenyum tipis, "Dan lagi, kalau benar kau menyewaku untuk mencari sesuatu yang kau cari, aku yakin pelayanmu tahu mengenai persyaratan bekerja denganku," Imbuhnya.

"Oh syarat itu? Apa kau takut menjadi terkenal?" Sahut Rayan dengan candaan.

"Tidak, aku hanya takut teknologi mengambil identitasku, itu saja," Balas Sherly seadanya. Ia kembali duduk di kursinya, mempersilahkan para tamu untuk meminum minuman yang disiapkan Jeni.

"Cukup masuk akal," Jawab Rayan. Ia pun menggoyangkan perlahan gelas berisi sampanye, menghirup aroma elegan dan halus, dengan harum lembut buah. Ditambah aroma kelopak mawar dan bunga sepatu, juga sedikit rasa jeruk dan rempah-rempah, tak heran kenapa Ruinart Rosé selalu menjadi favoritnya. "Mengingat Jeni yang selalu menggantikan posisimu, apa dia juga yang akan mendatangi setiap rumah tersangka di setiap kasusmu?" Tanya Rayan setelah mengecap rasa khas yang ia suka.

"Benar sekali. Aku tidak suka bersosialisasi."

"Lalu kenapa bukan Jeni yang melayaniku?" Rayan kembali bertanya.

"Pertanyaan bagus!" Puji Sherly. "Pertama, itu karena aku tidak perlu naik pesawat untuk mengurus kasus kematian keluargamu. Kedua, meskipun tidak menarik, tapi jika aku mengusut kasus kematian salah satu anggota parlemen, namaku akan semakin dikenal. Lagi pula, akan sia-sia jika aku tidak menangkap pelaku kalau aku tahu salah satu hal tentang dirinya!" Jelas Sherly.

"Salah satu hal?" Tanya Rayan menaikkan sebelah alisnya penasaran.

"Tinggi tubuhnya-"

"Tinggi tubuhnya? Tapi di berita tidak ada petunjuk itu," Balas Rayan. "Petunjuk yang diberitakan oleh kepolisian hanyalah gambar lingkaran berisi bintang terbalik yang digambar menggunakan darah. Tidak ada keterangan dan petunjuk lain selain itu- sebentar..."

Seakan mengerti dengan apa yang dipikirkan Rayan, Sherly pun menjawab, "Aku mendapat perkiraan tinggi tubuh pelaku dari diameter gambar aneh itu. Akan aku jelaskan. Gambar bintang itu membantuku menebak perkiraan tinggi tubuh pelaku, kenapa tak ada di berita? Karena polisi terlalu bodoh untuk tahu! Mereka hanya suka dengan uang, bukan kasusnya!" Jelas Sherly, "Normalnya, seseorang yang menggambar lingkaran akan berjongkok di tengah-tengah gambar. Perkiraan tinggi tubuh pelaku didapat setelah aku mengukur diameter lingkaran dan mengali-kan panjang diameternya. Perkiraannya adalah 176-180cm."

Lihat selengkapnya