Shieraffy & Arsthena

Icha Trezna
Chapter #8

Hari Bersamanya - Sheila on 7 -

Keesokan harinya, rasa bersalah Icha belum juga hilang. Karena itu dia langsung menelepon Dhea untuk menemani ke rumah Aldi. Icha ingin meminta maaf sekali lagi. Tapi sayang, Dhea tidak bisa karena harus menemani mamanya ke tempat kerabatnya.

“Dhea, please, dong! Cuma kamu temanku yang tahu rumahnya Aldi. Please ... aku nggak enak banget nih ....” kata Icha memelas.

Dhea akhirnya mau juga karena kasihan setelah dipaksa terus oleh Icha. “Gini aja deh, gue cuma nganter aja ya, tapi nggak bisa nemenin.”

“Iya, iya deh, nggak apa-apa! Makasih ya, Dhea, kamu memang temanku yang paling baik. I love you ...!!!”

“Norak, ah! Ya udah, nanti gue jemput ke rumah loe jam tiga, ya! Antar, terus gue balik.”

“Oke deh, Dhea. Makasih ya, Sayangku. Aku tunggu … bye!” kata Icha senang karena Dhea akhirnya mau juga menuruti keinginannya.

Sesuai rencana, Dhea hanya mengantar Icha ke rumah Aldi di daerah Kelapa Gading. Saat sudah sampai di depan rumahnya, Icha malah tidak mau beranjak dari tempatnya. 

“Icha ...!! Ayo dong, cepetan turun ...!!!” Dhea menjadi gemas.

“Hm, Dhea … kamu temenin aku, yuk! Aku jadi nervous nih. Ntar kata Aldi gimana ya, ngelihat aku datang? Kalau ternyata dia marah dan langsung ngusir aku gimana, Dhe?”

“Lebay banget, deh. Ya nggak mungkinlah! Tadi kan udah gue bilang, gue nggak bisa nemenin loe, bisanya cuma nganter doang. Udah deh nggak usah mikir yang macam-macam …!”

“Dhe ... kita pulang aja, yuk!”

“NGGAK!! Nggak pake! Udah minta anterin, awas aja kalau nggak jadi. CEPETAN TURUN NGGAK!!!” kata Dhea galak. Mukanya berubah jutek. Icha jadi takut juga, akhirnya dia turun dari mobil.

“Good luck ya, Sweety!” kata Dhea sambil tersenyum, berubah 180 derajat dari sikapnya yang tadi. Dia melambaikan tangan dan mobilnya pun pergi meninggalkan Icha yang masih berdiri diam.

Sambil masih berusaha memberanikan diri, Icha menekan bel. Dia disambut oleh seorang wanita paruh baya yang sepertinya asisten rumah tangga di rumah berlantai dua itu. Setelah dipersilahkan masuk ke dan duduk di ruang tamu, tidak lama kemudian datanglah seorang wanita yang masih terlihat muda dan cantik di usianya yang sudah berkepala empat. Wajahnya memancarkan keramahan. Ini pasti ibunya Aldi ... kata Icha menebak.

“Selamat sore, Tante. Saya temannya Aldi. Aldinya ada, Tante?” Icha beramah-ramah.

“Oh, temannya Aldi. Namanya siapa, ya?”

“Icha, Tante.” Icha menjabat tangan sosok di depannya itu dan Ibunda Aldi mengenalkan dirinya bernama Lyra.

“Oh, Icha. Gini lho, Cha, Aldinya ada tapi dia lagi istirahat. Kemarin kan baru ikut festival, Icha tahu kan?” Icha mengangguk. “Kayaknya juga Aldi tadi malam agak nggak enak badan ....”

“Iya, Tante. Makanya Icha ke sini. Sekalian Icha mau minta maaf sama Tante.” 

Kening Tante Lyra mengerut. Icha menjelaskan detail kejadian semalam. Dan dengan rasa penyesalan yang dalam, Icha minta maaf dan menjelaskan bahwa dia tidak bermaksud membuat Aldi terluka. Dia sudah pasrah menerima hukuman apa pun yang akan diterima nantinya. Tapi Icha dibuat kaget karena ibunda Aldi justru tersenyum. 

“Tan ... Tante nggak marah sama Icha?”

“Marah? Nggak. Tante tahu Icha nggak bermaksud buat Aldi kenapa-kenapa. Yang penting Aldi baik-baik aja sekarang.”

Icha merasa lega bukan main. Baru saja Icha mau berbicara lagi, tapi kedatangan seorang anak kecil berambut ikal mengurungkan niatnya.

Lihat selengkapnya