Ada rutinitas morning briefing juga di SKM, unit tempatku bekerja. Morning briefing tersebut diisi dengan kegiatan seperti berdoa, penyampaian umum dari pemimpin unit, evaluasi singkat pekerjaan – pekerjaan di hari sebelumnya dan perkenalan pegawai baru seperti yang aku alami saat ini. Tadi, setibanya di lantai enam, aku langsung menuju ruangan pemimpin unit yang tentu saja aku hafal letaknya karena tidak berubah sampai dengan aku resign dua tahun kemudian.
Bapak Samsudin – dia lebih suka dipanggil Pak Sam – menyambutku, memeriksa SK mutasiku sejenak dan lalu menggiringku keluar dari ruangannya. “Kebetulan kita sudah mau morning briefing. Langsung kenalan di situ ya, Sagita. Eh, panggilannya apa, nih?”
“Gita saja, Pak.” Aku tersenyum. Sekitar satu tahun dari sekarang, seorang wanita muda akan menerobos ruangan Pak Sam dan meminta pertanggungjawaban pada pria tua beristri itu. Pak Sam dicopot dari jabatan karena ketahuan melakukan perbuatan tidak etis, dimutasi entah kemana dan wakil pimpinannya naik tahta. Kalau aku mengatakan hal itu kepada Pak Sam, apakah dia akan percaya?
Aku berdiri di samping Pak Sam, memindai satu persatu pegawai yang berdiri melinglari space kosong di lantai tempat unitku berada. Ada sekitar dua puluh pegawai di sana. Tidak ada Kaivan. Ya, tentu saja. Dia sering terlambat untuk morning briefing karena biasanya dia mengambil waktu ngopi – ngopi di kedai samping kantor bersama Adri.
“Eh, Mbak yang di lift tadi?” Aku mengenali suara Hara. “Gita, kan? lho, di SKM juga?”
Aku tersenyum sembari mengangguk. Tunggu aku duduk di samping meja kerja kamu.
“Lho? Udah kenal kalian?” Pak Sam bertanya.
“Iya, Pak. Tadi ketemu di lift.”
“Oh, gitu. Ya sudah, nanti Gita duduk di sebelah kamu saja. Itu meja sebelah kamu kan kosong.”
Tuh, kan!
“Eh, I … iya, Pak,” sahut Hara tampak terkejut.
“Kita mulai morning briefingnya, sudah ada semua, kan?”
“Yaelah, Pak Sam kayak nggak tau aja. Dua anak kesayangan Bapak belum ada, tuh. Kai sama Adri.” Rano, salah satu relationship manager menyahut.
“Kemana lagi mereka?”