Shouldn't come back

tami ilmi
Chapter #5

Chapter #5

“Hanya mengingatkan jika dalam klausul perjanjian, aktivitas penerbit juga termasuk dalam kewajiban yang harus dilakukan oleh Ciara sebagai seorang penulis. Jadi, mohon kerjasamanya.” Risa kembali menjelaskan dengan santai dan senyum di wajahnya. Ciara sebenarnya hanya belum mengerti apa yang akan dilakukan sebagai mentor.

“Um... sebenarnya saya hanya merasa kurang layak sebagai mentor. Saya juga tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk membimbing.” Ciara terlihat serius menjawab dengan senyum di wajahnya. Risa tersenyum lagi melihat dan mendengar apa yang Ciara katakan.

“Dampingi saja, Day sudah punya beberapa naskah. Tapi banyak yang tidak menarik dan juga menggantung. Berbulan-bulan dia mengalami writer’s block berbulan-bulan bahkan sebelum debutnya yang di jadwalkan bulan lalu. Jadi, mungkin karena dia kurang berkomunikasi dengan penulis lainnya.” Risa terlihat perlahan menjelaskan. Ciara masih bingung tidak mengerti. Dia bahkan ditawari kontrak setelah naskahnya kurasi beberapa kali. Dia juga yang mengajukan berkali-kali dengan banyak draft, lalu kenapa Daya ini yang bahkan tidak punya naskah sudah mendapatkan kesempatan debut yang dilewatkan dan masih juga diberi kesempatan?

“Um...Sebenarnya Day sudah cukup bagus, hanya saja dia sepertinya hampir menyerah.” Risa memberikan penjelasan lagi.

“Juga, Day sepertinya punya jam menulis hampir sama dengan Ciara. Day banyak yang harus dikerjakan pagi bahkan sampai siang atau malam. Karena itu, dia menulis di waktu sela yang dia punya. Sepertinya Ciara tidak akan keberatan dengan waktu-waktu seperti itu. Penulis lain akan merasa terganggu.” Risa mencoba untuk meyakinkan Ciara lagi. Padahal itu karena Ciara memang berusaha untuk selalu bisa ada saat penerbit menghubungi. Saat karyanya butuh revisi cepat. Ciara hanya bekerja secara profesional sesuai dengan apa yang menjadi komitmennya. Perempuan itu masih terdiam tidak memberikan jawaban. Dia mengigit bibirnya seolah bimbang untuk memberikan jawaban.

“Bolehkah kita membicarakan jadwal tahun depan terlebih dahulu? Setidaknya supaya aku bisa menjernihkan pikiranku dari beban untuk menjadi mentor seperti ini.” Ciara membuat Risa tersenyum dan mengangguk. Perwakilan dari penerbit itu kemudian menyalakan tabletnya, dan Ciara membuka laptopnya.

“Jadwal dari kami seperti yang baru dikirimkan lewat email, jika ada yang mau dirubah mohon diperiksa terlebih dahulu.” Risa terlihat tersenyum ketika Ciara sudah fokus dengan jadwal satu tahun.

“Banyak event di awal tahun, tapi kenapa merata sekali. Hampir setiap bulan, dan dua minggu aku ada kegiatan ke luar kota?” Ciara sedikit memberikan keluhan. Perempuan itu menatap Risa yang masih melihat tabletnya dengan seksama untuk menjawab keluhan Ciara.

“Ada banyak kegiatan selain perilisan buku, menurutku kamu juga perlu terlibat pada sesuatu yang menggunakan karyamu. Jadi penulisan skenario, dan hal lainya terkait film atau series perlu hadir.” Risa memberikan alasan tentang banyaknya jadwal.

“Di setiap acara akomodasi tentu sudah tidak perlu kamu pikirkan. Dan juga Ciara bisa membawa beberapa orang yang mungkin menemani.” Risa menjelaskan lagi.

“Tapi aku lebih suka pergi sendiri, apalagi jika itu masalah pekerjaan.” Ciara bergumam perlahan dan menghela nafas panjang.

“Setiap hari besar yang benar-benar kamu rayakan, ada libur yang panjang.” Risa mengingatkan kembali. Dan Ciara hanya mengangguk menatap jadwal di laptopnya saat itu.

Lihat selengkapnya