Shouldn't come back

tami ilmi
Chapter #6

Chapter #6

Ciara terdiam ketika masuk ke dalam mobil. Day, laki-laki itu sudah berada di kursi kemudi dan sedang memperhatikan mobil yang akan dia kendarai, mobil Ciara.

“Sepertinya mobil ini kurang perawatan, padahal masih baru.” Sebuah komentar pedas bagi Ciara. Perempuan ini tidak terlalu suka jika seseorang berkomentar tentang cara dia hidup. Merawat apa yang dimiliki dan sebagainya. Apalagi mobil, sebenarnya Ciara juga tidak berniat untuk punya, tapi mobil diberikan oleh perusahaan sebagai reward saat itu.

“Aku akan kirimkan sample tulisanku, nanti malam kita mulai mentoring?” Day terlihat serius bicara sambil mengendarai mobil. Ciara hanya terdiam melihat ke arah Day, laki-laki yang tentu saja sangat asing baginya. Ciara mungkin memang kurang bergaul dengan penulis lain. Dia hanya datang ketika penerbit memintanya untuk meeting, dan juga datang ke tempat acara. Tapi di dua tahun terakhir tidak banyak yang dia datangi. Hanya jadwal tahun depan yang memang terlihat padat sekali.

“Um... Kita juga belum berkenalan.” Ciara terlihat sedikit ragu memulai pembicaraan. Dia memang merasa sangat asing, jika harus langsung mentoring mungkin tidak masalah, tapi berdua pasti akan ada kecanggungan yang luar biasa. Jadi, Ciara mencoba mencari tahu sepanjang perjalanan.

“Ciara kan? Aku baca beberapa karyamu. Aku Adidaya Wiranda, panggil saja Day. Penulis pemula seperti yang kamu tahu.” Day terlihat masih menatap jalan. Dia kemudian memeriksa untuk menyalakan autopilot mobil Ciara perlahan. Sepertinya Day tertarik untuk bicara dengan Ciara.

“Bagaimana jadwalmu setiap hari? Aku hanya bisa mulai sekitar jam delapan malam.” Day terlihat menjelaskan keperluannya untuk mentoring dengan Ciara. Laki-laki itu melihat Ciara sebentar ketika dia menjelaskan. Ciara sedikit terkejut karena Day terlihat menatapnya sembari bicara.

“Ah... Sudah aku autopilot.” Day tersenyum, senyum yang entah mengapa membuat Ciara sedikit tersipu. Wajah Ciara sedikit memerah dan dia menahan senyumannya supaya tidak terlihat. Ciara seolah mengakui jika Day memang laki-laki yang secara fisik sempurna. Dia bahkan dengan singkat bisa menduga jika Day populer di kalangan perempuan. 

“Um... Kita bisa mulai mentor di jam delapan lebih tiga puluh menit. Atau kamu juga bisa bertanya dan bicara jika kamu punya waktu senggang di siang atau pagi hari. Kamu bisa menghubungi aku kapan saja.” Ciara mencoba untuk bersikap baik tentang kerjasama mereka. Perempuan itu dengan lancar bicara tidak seperti sebelumnya.

“Kapan saja?” Day tersenyum sedikit, membuat jantung Ciara lebih berdebar karena melihatnya. Ciara terlihat cukup tenang meski banyak tersipu dan kagum dengan tampilan laki-laki yang ada di depannya itu. Mungkin Ciara kurang memperhatikan jika Day menggenakan jas dengan warna yang cukup lembut saat itu. Ciara baru menyadarinya saat ini.

Lihat selengkapnya