Aqilla menangis dalam diam, hanya air matanya saja yang menetes tanpa suara, yang lebih membuat orang-orang yang datang melayat juga merasa sedih, Rafa yang sedari tadi menangis keras juga sudah diam di sudut rumah.
"Qilla sayang banget sama Ayah, tapi Ayah kayak gini sama Qilla. Yah Qilla bukan anak yang nakal kan Yah? Lalu kenapa Ayah marah dan menutup mata Ayah, Qilla nggak pernah buat jahat sama orang lain kok, kalau Ayah pergi yang jagain Qilla siapa lagi Yah?" tanyanya dengan suara kecil yang begitu pelan.
"Ayah lihat Yah! Banyak orang yang datang ke sini, rumah kita rame Yah, tapi Ayah malah nggak mau bangun. Ayah tau nggak? Tadi Bu guru bilang ibu mau beliin Aqilla sepatu baru, Aqilla seneng banget, Aqilla sampe lari-larian biar bisa sampai di rumah dengan cepat dan bisa ketemu Ayah dulu sebelum pergi, mereka bohongkan Yah?" Aqilla berdiri dia menuju ke arah ibunya berada, ibunya yang sedang menangis tanpa suara.
"Bu, ini cuma mimpikan Bu? Ayah tidak benar-benar pergi ninggalin Aqilla kan? Ayah sayang sama Aqilla kan Bu?" tanyanya sembari menggoyang-goyang tangan sang ibu.
"Ibu ngak tau harus ngomong apa Qilla, tapi kamu ngak boleh gini, ayah kamu sudah pergi nak, kamu harus ikhlaskan kepergian ayahmu, biar ayah tenang ninggalin kita semua. Aqilla mau lihat ayah sakit-sakitan terus? Emang Aqilla tidak kasihan lihat ayah muntah darah setiap hari, Aqilla tega melihat wajah pucat ayah setelah muntah?" Fitri membelai wajah lembut putrinya yang dipenuhi air mata, dia tak tega melihat putrinya yang biasanya masuk akal menjadi seperti ini.
"Apa ini demi kebaikan ayah ya Bu? kalau Aqilla tidak ikhlas Ayah todsk bisa pergi ke surga?" Dengan cepat Aqilla menghapus air matanya, dia berlari ke dekat ayahnya lagi, "Ayah maafin Qilla ya, bukan Qilla nggak ikhlas sama kepergian Ayah! Tapi Qilla takut ngak punya Ayah lagi."
Aqilla mencoba untuk tak menangis tapi air matanya tetap menetes jatuh ketika melihat orang-orang mulai membersihkan ayahnya.
Hari semakin siang semua proses untuk memandikan dan mengkafani jenazah sudah dipersiapkan, mulai dari payung kuning yang dibawahnya diberi bantal dan tikar yang terbuat dari daun pandan, penghulu dan pemuka adat yang datang dari berbagai suku, semuanya sudah disiapkan.
Maklum saja bagi orang Minangkabau ketika seseorang meninggal ada proses adat yang harus dijalani, diawali dengan memilih beberapa orang untuk memandikan yang diberi timala atau mangkuk kecil untuk cuci tangan yang didalamnya berisi pecahan uang 5000 sebanyak 5 mangkuk, pemberian kain sarung baru pada orang yang ikut memandikan.
Bagian dari kerabat terdekat yang membawa kain kafan, bunga dan kain tilam, kain tilam digunakan untuk memandikan dan juga mengangkat jenazah setelah mandi agar bisa dikafani nantinya.