Manusia terbang yang melintas di mobil Mama, dan manusia terbang yang dimaksud kameraku waktu itu, ternyata adalah Cyclone.
AKU baru mengetahui fakta ini saat Cyclone memegang lenganku, lebih tepatnya ... saat kami berdua berada di langit.
Jangan tanya bagaimana bisa Cyclone terbang dan membawaku kemari. Aku pun tidak tahu, karena seingatku, saat itu aku menutup mataku, merasakan adanya air hujan, dan wala! Setelah membuka mata, aku langsung berada di sini.
Terbang di atas langit bukanlah hal yang keren seperti yang kulihat di televisi maupun di novel fantasi yang selalu kubaca. Malah, ini lebih mengerikan daripada film horor maupun film petualangan. Terbang di kelilingi awan hitam, hujan, dan petir? Gila! Ini benar-benar gila!
Aku menundukkan kepalaku, melihat ke bawah. Aku langsung merinding ketika tahu di bawahku hanya ada kabut. Selain itu, aku dapat melihat beberapa rumah, jalan, pohon, dan yang lainnya dengan samar. Namun tiba-tiba saja terbayang dibenakku perihal; bagaimana kalau aku jatuh ke sana? Apakah akan sakit? Atau ... mungkin yang lebih buruk--
"Jangan lihat ke bawah Yuriel." Cyclone dengan tanpa izin mengangkatku lalu membiarkanku duduk di punggungnya--digendong. Aku kaget ketika dia melakukan itu, apalagi di kondisi seperti ini. Bagaimana kalau aku jatuh?!
"Semakin kamu melihat ke bawah, kamu akan semakin pusing," lanjutnya. Aku memutuskan untuk menurut saja dan lebih memilih memeluk lehernya. Apa yang dikatakan Cyclone sangat masuk akal. Kepalaku sempat sakit karena terlalu fokus melihat ke bawah.
Petir di depan lagi-lagi menyambar. Aku menjerit dan langsung mengeratkan pelukanku pada Cyclone. Cyclone sendiri terbang mundur, menghindari petir yang sedang mengamuk di depannya.
Aku mengangkat kepalaku dan melihat ke depan. Kulihat di depan sana, ada seorang anak laki-laki berbaju hitam yang sedang menatap Cyclone tajam. Aku tahu dia, anak laki-laki yang selalu mengikutiku saat ini terbang di depan kami!
Aku masih ingat bagaimana warna matanya saat kami bertemu beberapa kali. Hitam, dan saat ini aku melihat matanya berubah warna menjadi kuning. Menyala seperti orang yang kerasukan. Menyeramkan.
Cyclone juga, matanya yang awalnya berwarna cokelat seketika berubah menjadi biru. Selain itu dapat kurasakan di sekeliling kami angin mulai berhembus dengan pelan. Namun hembusan angin ini semakin lama malah semakin besar, dan hal ini membuat rambutku berterbangan mengikuti arus angin.
Semakin besar. Angin yang ada di sekeliling kami kini sudah sangat besar. Aku lihat ke depan, sekeliling anak laki-laki itu juga saat ini sedang di kelilingi oleh petir. Aku merinding bukan main. Apakah setelah ini dia akan menyerang kami? Dan apakah Cyclone juga akan menyerang anak laki-laki itu dengan aku yang ada di punggungnya?
Dalam satu detik. Cyclone dahululah yang terbang maju dengan kecepatan maksimum. Dia mengendalikan angin super besar yang ada di sekelilingnya, dan melempar angin-angin besar itu kepada anak laki-laki berbaju hitam dan mengeluarkan hembusan angin yang ada di dalam mulutnya. Anak laki-laki berbaju hitam itu terkejut mendapati dirinya diserang dari depan, dan akhirnya apa?
Dia tumbang, dan Cyclone terbang menjauh darinya.
"Ka-kamu bikin dia jatuh?!" Aku bertanya kepada Cyclone. Entah kenapa aku jadi kasihan dengan anak laki-laki itu. Cyclone menyerangnya dengan telak dan dia langsung jatuh diantara awan hitam dan petir. Cyclone mendecak. "Jangan naif Yuriel, dia nggak bakal mati!"
Aku menatapnya sebal. Aku tidak naif! "Lagipula, yang menyerang duluan itu dia 'kan? Jadi wajar dong, kalo--"
Tiba-tiba petir ada di depan kami. Mengejutkan kami yang kala itu sedang terbang ke depan.
Cyclone terkejut bukan main. Dia berteriak, dan kedua tangannya tanpa sengaja lepas, membuatku yang hanya manusia biasa mau tidak mau harus ditarik oleh gravitasi.
Sang gravitasi menarikku dengan kejam. Aku yang awalnya diam terpaku menatap Cyclone yang saat itu sedang mengambang di atas ... memutuskan untuk membuka suara sekeras-kerasnya. Memberikan kode kepada anak itu bahwa aku jatuh dan tidak bisa terbang.