SI ANGIN

Dreamerity
Chapter #15

#Wind 14 - Pergi

DUNIAKU runtuh saat itu juga.

Wanita yang telah melahirkanku, wanita yang telah membesarkanku, wanita yang telah mengajarkanku banyak hal, wanita yang telah sabar, wanita yang baik hati, wanita yang cerdas, wanita yang mandiri, wanita yang tidak pernah marah, wanita yang kuat, dan wanita yang selama ini telah melindungiku mati-matian itu ... pergi meninggalkanku ..., dan juga Cyclone.

Sebagai bukti atas kematiannya, lelaki itu kemudian melempar tubuh Mama.

Tubuh Mama melayang karena lemparannya yang sangat kuat. Kemudian tubuhnya bertubrukan dengan pohon dan jatuh dalam keadaan yang sangat buruk.

Aku berdiri, lantas berlari menghampiri tubuh Mama yang sekarang sudah tergeletak di bawah pohon dengan rerumputan pendek nan tajam. Cyclone juga menyusul dengan langkah tertatih-tatih, tapi meskipun begitu, dia tetap mantap mengikuti aku yang sekarang sudah duduk di depan tubuh Mama.

Keadaan Mama sekarang sudah sangat buruk. Tubuhnya kotor dan basah karena air hujan, lalu baju kantornya yang awalnya rapi jadi robek dibagian lengan dan juga roknya. Kulit mulus Mama sekarang penuhi oleh goresan luka dan juga darah, dan bagian yang paling buruk adalah ..., wajahnya pucat, dan kondisinya lebih buruk daripada Cyclone.

Cyclone duduk tepat di sampingku, dan dia bergumam, "Mama ...,"

Mama menghembuskan napas dengan susah payah. Aku dan Cyclone menatapnya dengan penuh kelegaan, hanya saja aku memiliki firasat bahwa rasa lega ini tidak akan bertahan lama.

Mama menatap ke arahku dan Cyclone, persis seperti seorang tokoh utama sekarat dalam novel yang hendak mengatakan petuah terakhir kepada orang yang dia percayai.

Membayangi hal itu, membuat air mataku luruh. Hatiku merasakan nyeri yang teramat sangat sampai rasanya aku tidak bisa bernapas.

Wahai, firasat buruk. Tolong urungkan niatmu untuk muncul. Biarkan aku merasakan kebenaran yang manis; aku ingin Mama tetap hidup.

"Cyclone ... Mama ... bukan Mama yang baik, apa itu ... benar? Maaf ... Mama tidak pernah terbang ke Langit ... dan mengunjungimu. Mama masih terluka karena hilangnya Papa ... Cyclone mau memaafkan Mama?" tanya Mama dengan napas tersenggal seolah-olah saat ini malaikat maut sedang sibuk mencabut rohnya.

Cyclone menggeleng. Air matanya keluar dengan deras. Dia bahkan menundukan kepala, memeluk Mama.

"Mama jangan minta maaf. Cyclone salah karena tidak memunculkan diri." Cyclone berkata sangat lirih dan dia bahkan menangis tepat di atas perut Mama. Aku juga menangis, tapi kemudian aku mendengar Mama berbicara lagi, "Yuriel adalah ... gadis baik yang Mama besarkan .... Seumur hidup ... Mama tidak pernah menyesal ... membesarkan kamu. Sekarang ... kamu harus hidup mandiri ya."

"Jangan ngomong begitu Ma. Yuriel masih butuh Mama ...," isakku.

Aku kemudian menangis keras, terbayang akan seperti apa hidupku tanpa Mama. Mama yang selalu sibuk bekerja, Mama yang selalu memasak masakan enak untukku, dan Mama yang selalu bijaksana. Ditengah tangisan kami, dapat kami rasakan Mama mengelus rambut kami satu-persatu dengan satu tangannya. Dia kemudian tersenyum lembut. "Setelah ini ... kalian ... hiduplah bersama," ucapnya. Kami tidak mengiyakan, hanya saja kami lihat gelagatnya yang selanjutnya; tertidur.

Aku kemudian memeriksa hembusan napas di hidungnya, lalu denyutnya. Firasat buruk yang aku rasakan sedari tadi berubah menjadi nyata. Mama ... pergi.

"Mama! Mama!" Aku terisak dan berteriak dengan sangat keras. Aku juga bahkan memeluk kepalanya dan menenggelamkannya ke perutku. Cyclone menggoyang-goyangkan badan Mama seperti anak kecil, berharap Mama hidup kembali mengingat dia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang Mama.

Hujan tiba-tiba saja menderas dan petir menyambar dengan keras, seolah-olah melengkapi realita yang kami alami. Mama ... telah pergi.

Lihat selengkapnya