SI ANGIN

Dreamerity
Chapter #19

Epilog

BERITA tentang meninggalnya Mama akhirnya tersebar setelah kami semua pergi ke Darat. Para tetangga pun juga tahu tentang peristiwa jebolnya rumahku karena sambaran petir yang teramat dahsyat. Bagian ini sedang diurus oleh Paman Top dan Kakek.

Mereka berdua sedang mengobrol layaknya manusia normal yang sedang berbela sungkawa, meski nyatanya mereka memang merasakan demikian.

Ya, sedih karena kehilangan orang tersayang memang masih terasa sampai sekarang, dan setelah sampai di Darat pun, aku langsung mengurung diri di kamar Mama. Hanya untuk merasakan kamar Mama untuk terakhir kalinya karena sebentar lagi aku akan meninggalkan rumah ini.

Pintu diketuk, dan aku pun bangun untuk sesaat hanya untuk memastikan siapa yang mengetuk.

"Aku mau masuk, boleh?" Itu suara Cyclone. Aku tersenyum sebentar, lalu menyilakan. "Boleh, masuk aja."

Pintu terbuka, dan Cyclone langsung masuk ke kamar Mama dengan melihat sekeliling. Ya, tidak banyak barang di kamar Mama selain lemari pakaian, meja kerja, dan rak buku. Catnya pun berwarna putih dengan desain minimalis. Ukuran kamarnya juga luas dengan kasur king size berseprei putih. Aku masih ingat peristiwa tentang orang misterius yang mengetuk pintu balkon kamarku sampai Mama menyarankanku untuk tidur di kamarnya.

Mama benar-benar pelindungku. Aku sangat bersyukur karena telah dilahirkan olehnya.

"Kamar Mama bagus, ya," ujar Cyclone terkagum-kagum dengan duduk di atas kasur Mama, di sampingku. Aku mengangguk. "Mama nggak suka nyimpan banyak barang, jadinya dia nyimpan barang yang penting aja."

"Mama kerja apa?"

"Editor novel."

"Editor tuh kerjanya kayak gimana sih?"

Aku pun menjelaskan kepada Cyclone semampuku perihal pekerjaan Mama selama dia ada di sini--karena sampai sekarang aku kurang paham dengan pekerjaan seorang editor novel. Aku bercerita padanya tentang Mama yang kadang bisa bekerja di rumah, ataupun pergi ke kantor kalau tiba-tiba kantornya membuat sebuah event menulis untuk penulis yang ingin menerbitkan karyanya di tempat Mama. Aku juga bercerita padanya tentang Mama yang selalu tidur larut malam, kemudian bangun pagi demi berangkat ke kantor dan mengantarku sekolah.

"Wah, luar biasa." Untuk ke sekian kalinya Cyclone terkagum-kagum. Dia bahkan menitikan air mata. "Andai aku bisa melihat Mama berangkat kerja dan pulang kerja, lalu melihat tawanya, dan melihat dia bergadang karena pekerjaan demi menghidupi kita."

Lihat selengkapnya