Rayes menatap ke arah dua temannya yang menunggu. Ia tahu Devan dan Rio ingin tahu tentang balasan chat dari Annelin.
"Mereka gak jadi datang. Katanya Annelin sakit perut."
"Yah ... " Terdengar helaan napas dari dua pemuda yang memaksakan diri bangun pagi-pagi di hari libur mereka yang berharga karena ingin memulai menjalankan rencana yang sudah mereka buat untuk memikat hati Annelin.
"Gak jadi dong. Susah amat mo ngajak ngobrol tu cewek. Di chat juga balesannya pendek-pendek aja, kayak males diajak ngobrol gitu," gerutu Rio.
"Iya, sama! Aku juga gitu. Aku chat, berjam-jam kemudian baru dibaca and jawabnya lamaaaaaa banget. Trus jawabnya juga pendek aja sesuai pertanyaan." Devan ikut ngomel, lalu dua pemuda tersebut menatap ke arah Rayes.
"Kayaknya cuma sama kamu Annelin cepat buka pesan yang masuk, juga cepat dibalas, Ray. Lanjutin Ray. Aku pengen liat ni cewek kemakan omongannya sendiri!" Rio mengepalkan tangannya dan mengacungkannya ke arah Rayes yang tersenyum miring menyaksikan wajah kecewa dua temannya.
"Pasti, Bro! Pokoknya aku gak akan berhenti sampai Annelin akhirnya mau jadi pacar aku! Liat aja ntar, trus pas dia lagi sayang-sayangnya, bakal aku putusin!"
"Yo'i Bro! Jangan kasih kendor Bro!" teriak Devan menyemangati Rayes.
"Mumpung kita udah di sini, Bro. Ayok cuci mata, di sana para gadis selfie-selfie, Bro. Yuk, tebar pesona kita dulu ke sana." Rio merapikan bandana hitam yang terpasang di kepalanya. Devan ikut-ikutan merapikan kaos dan memasang headset di telinga, aksesoris yang selalu ia pakai saat ia lagi joging, meski kadang tidak ada apapun yang ia dengarkan dari ponsel yang tersambung ke headset yang ada di kantongnya. Entah kenapa ia merasa lebih percaya diri dengan tampilan tersebut.
Rayes berlari-lari kecil di tempat sambil menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil berucap, "Let's go, Bro. Jangan pikirkan cewek culun sombong kayak Annelin!" Kemudian ketiganya mulai berlari bersama di sepanjang jogging track yang ada di sepanjang jalur Pantai tersebut.
-------------------------
Tiba di rumah, Rayes duduk beristirahat di teras depan sambil mulai membuka ponsel. Ia mengecek pesan-pesan yang masuk via WA, lalu terlihat kembali oleh matanya nama Annelin di list pesan. Jari Rayes dengan sendirinya menekan gambar profil di WA Annelin. Ketika terbuka, terlihat foto profil Annelin yang sedang selfie bersama sebuah boneka beruang berwarna coklat.
Rayes mengakui sebenarnya Annelin cukup manis, ia juga terkenal baik dan rendah hati di kalangan teman-teman sekolah yang mengenalnya, bahkan sosok yang terkenal ramah di seantero sekolah. Yang membuat Rayes, Devan dan Rio bertaruh untuk mendekati Elin sebenarnya karena percakapan singkat di taman sekolah yang kebetulan didengar oleh telinga Rayes sendiri. Waktu itu ia berada di balik sebuah rumpun bunga yang tingginya mencapai dada, sehingga menyembunyikan tubuhnya dari pandangan orang lain. Ia saat itu sedang berjongkok di tanah, bersembunyi dari Rio dan Devan yang sedang mencarinya. Waktu itu ia memang menjahili kedua sahabatnya itu, sehingga keduanya mencarinya untuk membalas.
Saat itulah ia mendengar suara para siswi perempuan yang sepertinya menempati sebuah tempat duduk panjang di taman sekolah tak jauh dari tempat Rayes bersembunyi. Ia mengintip dan melihat tiga sosok cewek yang duduk berbaris di kursi taman.