Devan menghentikan mobilnya ke pinggir jalan agar Rio yang terlihat sudah berdiri di depan pagar rumahnya bisa ikut naik.
"Kita beli apa buat buah tangan?" tanya Rio segera setelah ia naik ke kursi penumpang di belakang.
Devan yang lanjut menjalankan mobil berucap, "tenang aja. Ray udah beli buah. Ntar kita tinggal turun trus barengan ketok rumahnya Elin ya. Aku penasaran gimana sosok sebenarnya para abangnya Elin. Biar kata berotot kayak Rambo, kalau ngadepinnya bertiga, pasti berani.
Rayes yang duduk di samping Devan hanya mengangguk. Sekarang hampir jam 4 sore, sesuai rencana yang mereka bicarakan tadi pagi di area pantai, mereka akan mengunjungi Elin yang katanya sakit perut. Memperlihatkan pada Elin kalau mereka bertiga adalah cowok-cowok baik yang perhatian. Siapa tahu Elin akan jatuh hati, setidaknya pada salah satu dari mereka bertiga.
Setelah sampai di Jalan Sudirman, Devan memperlambat laju mobilnya. Sesuai informasi yang mereka dapat, rumah Elin ada di Jalan Sudirman, rumah berwarna kuning lemon dengan pagar besi berwarna hitam.
Setelah berkeliling sampai ke ujung Jalan Sudirman, tidak ada satu pun rumah berwarna kuning lemon yang ada di daerah itu. Ketiganya kemudian mengerutkan kening berbarengan.
"Informasinya benar gak nih, Yo? Kamu dapat dari siapa?" tanya Rayes pada Rio yang duduk di belakang.
"Aku dapat dari temannya Elin kok. Si Gita anak kelas 11. Katanya rumah Elin satu-satunya yang bercat kuning lemon di daerah ini," sahut Rio.
"Daerah ini kan gak lebar-lebar amat, Yo. jalur lurus dengan rumah di kiri kanan jalan. Harusnya kalau benar rumah Elin satu-satunya yang bercat kuning lemon, pasti gampang nyarinya. Ini gak ada satu pun!" seru Devan sambil terus menyetir.
"Eh, tuh ada toko lumayan gede. Yuk, kita turun. Kita tanya aja. Kalau Elin udah lama tinggal di sini, mudah-mudahan yang punya toko tahu," ajak Rayes.
Devan mengangguk, lalu mengemudikan mobilnya masuk ke halaman toko yang lumayan agak besar, sehingga ia tidak perlu parkir di pinggir jalan. Mereka bertiga turun dan mendatangi toko. Rayes membaca plang nama yang ada di depan toko, "toko Pak Nas," ucapnya pelan.
Dibalik etalase, terlihat seorang pria berkulit coklat dengan tinggi sedang dan badan yang terbilang agak gemuk. Kumis tipis menghiasi atas bibir pria yang menyambut ketiga anak muda itu dengan tersenyum.
"Selamat datang, mau beli apa, Nak?" tanya sang bapak.
"Ehm ... gak Pak, kami cuma nyari minuman. Ada yang dingin-dingin gak Pak?" tanya Rayes, tidak enak hati bila cuma bertanya saja tanpa membeli isi warung sang bapak, padahal sang bapak udah nanya mau beli apa.
"Oh, tuh ada di lemari pendingin. Ambil saja, pilih mana yang suka," tunjuk bapak itu sambil berdiri dari kursi tinggi yang didudukinya. Rayes memberi kode pada Rio agar mengambil minuman di lemari pendingin yang ditunjuk sang bapak.
"Anu, Pak ... kami boleh bertanya?" tanya Rayes.