Pak Tanjaya yang baru saja selesai sholat Ashar di kamarnya mengernyit ketika tidak menemukan satu pun anak lelakinya ada di dalam rumah. Ia mencari ke dalam kamar masing-masing, lalu ke dapur dan halaman belakang.
"Pada kemana ya," bisik pak Tan pada diri sendiri, lalu ia membuka kamar si bungsu yang sedang duduk di lantai sambil nyetrika. Alas setrika dibentangkan oleh Elin di lantai kamar, lalu tumpukan pakaian yang akan ia setrika juga sudah menumpuk di lantai itu.
Tumpukan pakaian itu bukan hanya milik Elin, baju-baju milik Arkan, Aldi dan Aldo juga ada di sana. Elin memang lebih suka menyetrika dibanding mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Tanpa di suruh oleh pak Tanjaya, anak-anaknya membagi sendiri tugas rumah, mengambil bagian yang setidaknya suka mereka kerjakan.
Arkan bertugas memasak, Aldi bertugas nyapu dan ngepel, termasuk nyapu halaman, sedangkan Aldo bertugas mencuci baju, kadang-kadang ia juga membantu Arkan mencuci piring. Annelin bertugas menyetrika pakaian semua penghuni rumah. Meski kadang tidak semua baju di setrika oleh Annelin. Arkan dan pak Tanjaya kadang melakukannya sendiri, tidak tega melihat tumpukan pakaian yang harus disetrika oleh si bungsu itu.
Annelin yang dua telinganya disumpal oleh earphone tidak mendengar ketika pintu didorong oleh sang ayah. Telinga gadis itu tengah menikmati alunan musik dari kpop idolanya. Bibirnya ikut melantunkan lirik lagu dari Boy Band asal korea itu dengan suara fals, sepertinya ia tidak terlalu hapal dan terdengar kesulitan mengucapkan lirik tersebut.
"O my my my, o my my my, you got me high so fast na na na na na na na na na ...." Elin terus bergerak sampai baju yang ia setrika licin dan rapi.
Pak Tan menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu menutup kembali pintu kamar Elin. Ia memutuskan mencari tiga anaknya yang lain di teras depan.
Ketika tiba di pintu depan yang terbuka, pak Tanjaya menatap heran pada pemandangan di halaman luar. Ada Arkan, Aldi dan Aldo yang berdiri di luar pintu pagar sambil bersedekap, lalu tak jauh di dekat mereka, ada tiga pemuda yang saling berbisik sambil menahan sinar matahari yang menyinari wajah mereka dengan telapak tangan.
Pak Tanjaya mendekat, ingin tahu siapa para pemuda itu.
"Ada teman kalian ya? Kok tidak disuruh masuk?" tanya pak Tanjaya pada ketiga putranya.
"Bukan, Yah. Mereka cuma nanya arah," ucap Aldi sambil menatap tajam pada para tamu yang menurutnya tidak diundang itu.
"Memangnya nyari rumah siapa, Nak?" tanya pak Tanjaya.
Tiga abang Elin tampak melotot, memandang dengan tatapan mengancam pada tiga anak muda tersebut.
Rayes memutuskan mengabaikan tatapan penuh ancaman dari tiga pria yang sepertinya over protektif sama adik bungsu mereka itu. Ia menjawab pertanyaan pak Tanjaya dengan nada tegas dan mantap.
"Kami nyari rumah Elin, Om. Elin bilang ia sakit tadi pagi, jadi kami bertiga datang berkunjung. Ini benar rumah Elin kan, Om?" tanya Rayes sopan.
"Oh, teman Elin yah ...," tatapan penuh selidik melintas di mata pak Tanjaya. Pasalnya, satu-satunya teman pria yang pernah datang mengunjungi Elin cuma si Jukik yang sudah berteman dengan Elin sejak SD.
"Ini benar rumah Elin. Aduh, kok gak disuruh masuk sih tamunya, Arkan, Di, Do," tegur pak Tanjaya halus pada anak-anaknya.