Rayes ingin berbicara pada Elin mengenai bekas luka di tangan kanan gadis itu. Ia mencari waktu di sekolah, di sela-sela waktu istirahat. Namun Elin sangat sulit ditemukan. Sosok Risa , Gita maupun Jukik juga tidak kelihatan.
Rayes sudah mencari di kantin sekolah, tempat biasa anak-anak mencari makan siang, ngebakso atau mencari segelas es teh. Tapi Elin tidak ada di sana, ketika ditanya dengan teman sekelas Elin, mereka mengatakan kalau Elin terlihat meninggalkan kelas bersama Risa, Gita dan Jukik pada saat jam istirahat dimulai. Tapi Rayes tidak dapat menemukan satu pun dari mereka. Ia tidak tahu, kalau empat sahabat itu selalu makan bekal yang mereka bawa di bagian paling atas gedung sekolah, lantai bagian atap adalah tempat mereka menghabiskan waktu istirahat sambil makan dan tukaran lauk serta sayur.
Selama dua hari berturut-turut, Rayes tidak juga mempunyai kesempatan untuk menanyai gadis itu, hingga di hari ketiga, ia memutuskan menunggu Elin saat jam pulang sekolah di luar gedung kelas. Setelah melihat Elin keluar, Rayes melambaikan tangan sampai Elin melihatnya dan akhirnya gadis itu mendekat.
"Lin, punya waktu bentar? Aku ada perlu pribadi."
"Ada apa Kak?"
"Gak bisa dibicarakan di sini. Aku mau ajak kamu ke suatu tempat." Raut muka Rayes terlihat sangat serius. Membuat Elin mengernyit, lalu menatap ke arah pintu gerbang sekolah. Jukik biasanya udah nunggu Elin di gerbang untuk pulang bareng, karena rumah mereka berdekatan.
"Tapi Kak, aku belum izin. Ntar kalo pulangnya telat pasti dicariin ma Ayah."
"Sebentar aja, Lin. Aku janji bakal langsung antar kamu pulang, trus ngomong sama Ayah kamu kalo aku yang ajak kamu pergi."
Elin tampak Ragu-ragu, Rayes akhirnya mengambil inisiatif menarik tangan gadis itu, lalu mengajaknya ikut ke tempat parkir. Ia menyerahkan helm berwarna putih pada Elin yang ia keluarkan dari bawah jok motor maticnya. Setelah mengenakan helmnya sendiri, Rayes menghidupkan motornya sambil menunggu Elin naik ke boncengan.
Elin mengembuskan napas panjang, memutuskan mengikuti karena ia juga penasaran apa maunya Rayes. "Beneran cuma bentar ya, Kak," ucap Elin mengingatkan Rayes, yang segera dijawab anggukan oleh pemuda itu.
Di kejauhan, Jukik yang lari-lari menuju gerbang tiba-tiba memelankan langkah ketika melihat Rayes yang menarik tangan Elin. Jukik diam-diam mengikuti keduanya dari jauh, melihat Elin yang memakai helm, lalu naik ke boncengan Rayes. Kening Jukik berkerut, tidak biasanya Elin mau pulang bareng cowok selain dirinya. Pasalnya Elin takut cowok yang nganterin dia pulang diinterogasi sama abang-abangnya. Namun pikiran buruk segera hilang dari otak Jukik, ia tahu Rayes sudah berkenalan dengan keluarga Elin lewat kunjungan dadakan di sore minggu, mungkin karena itu Elin mau dianterin pulang, pikir Jukik.