Si Cadar Hitam

Almayna
Chapter #8

Hilang

Papan kecil bertuliskan 'Asrama Khadijah' sudah nampak di depan dua orang gadis manis itu. Tanpa melanjutkan langkah ke area lebih dalam, Karin yang masih berdiri di depan gerbang kecil langsung melambaikan tangan pada seseorang yang baru keluar kamar. Dia adalah sepupu yang ingin ditemuinya.

"Wati!" panggil Karin. Sebenarnya, dia bisa saja datang menghampiri sepupunya tersebut ke ruangannya, tapi Karin terlampau senang dan ingin segera bertemu dengan Wati. Beruntung, jarak mereka tidak terlalu jauh dan Wati bisa mendengar panggilan itu lebih cepat.

"Kak Karin." Wati yang kini sudah hampir tiba di depan mereka melepas senyum lebar. Gadis tersebut memang terbiasa memanggil Karin dengan panggilan kakak. Selain karena usianya lebih muda dari Karin, Wati juga baru kelas sembilan SMP di pesantren itu.

"Baru pulang sekolah?" tanya Wati setelah menyalami kakak sepupunya.

"Udah dari tadi sebenarnya, tapi tadi ada urusan makanya baru ke sini sekarang." Karin menjawab dengan senyuman manis. Dia kemudian menggeser posisinya agak sedikit ke kanan sampai orang di belakangnya kelihatan. "Oh, ya. Aku sama temenku. Namanya Laila."

Wati tersenyum melihat teman sepupunya. Lantas, dia pun mengulurkan tangan untuk berkenalan. "Hai, Kak Laila. Aku Wati."

Dengan ragu, Laila mengangkat tangannya untuk membalas jabatan tangan tersebut. "Laila," ucapnya segenap menarik tangannya. Dia kemudian beralih melihat ke arah Karin. "Rin, aku mau ke kantin sebentar, ya."

"Oh, iya."

Setelah berpamitan juga pada Wati lewat tatapan matanya, Laila akhirnya pergi meninggalkan dua kali tadi. Sementara itu, Karin kembali melihat arah sepupunya untuk mengajaknya duduk di salah satu saung yang ada di sana. Namun, Karin dibuat heran dengan ekspresi wajah sepupunya tersebut yang menatap lurus pada jalan yang dilewati Laila tadi.

"Lihat apa?" tanya Karin, kembali melihat arah yang tadi.

Wati dengan beberapa pikiran yang tiba-tiba muncul dari kepalanya berujar, "Dia sekamar sama kamu, Kak?"

Karin mengangguk cepat. "Memangnya kenapa?"

"Apa dia lagi kurang sehat?"

"Hah?" Karin tidak paham dengan pertanyaan Wati yang tiba-tiba seperti itu.

Wati kemudian menoleh. "Tangannya dingin banget. Kayak orang lagi sakit," jelasnya terlihat serius.

"Ah, masa? Dia baik-baik aja kok. Mungkin tangan kamu aja yang anget," balas Karin, tidak percaya jika teman kamarnya itu tengah sakit.

Wati menghela napasnya panjang, kemudian melihat tangan kanannya. Ia memandangi bekas jabatan tangan tadi dengan kening mengernyit. "Kalau orang sakit pun, tidak mungkin sedingin tadi," gumamnya.

"Wati? Kok ngelamun?" tegur Karin merasa diabaikan oleh sepupunya itu.

Lihat selengkapnya