Bunyi tarhim dari masjid pesantren menjadi pemutus cerita Wati sore itu. Jika kami terus melanjutkan cerita atau sekedar mengeluarkan segala kebingungan dan keheranan yang masih berkumpul di kepala, pasti kami berempat tidak akan mendapat antrian wudhu kamar mandi. Atau kemungkinan terparahnya, kami akan langsung mendapat takziran lantaran tidak ikut sholat jamaah. Karena itulah, aku, Karin, dan Ophi segera mengantar Wati kembali ke asramanya. Setelah itu, barulah kami bertiga mengambil langkah cepat menuju asrama di sebelah timur.
"Kalian habis darimana?" Pertanyaan yang dilontarkan Wawa menjadi penyambut kedatangan kami di pintu kamar. Dia kini tengah memakai mukena, pertanda akan berangkat menuju masjid. Sementara Septy yang menyusul di belakangnya hampir saja melontarkan pertanyaan yang sama jika Ophi tidak menjawabnya segera.
"Dari asrama Fatimah. Si Karin habis ketemu sepupunya."
Aku yang berdiri tepat di belakang punggung Ophi bisa melihat kepala dua temanku itu mengangguk paham. Sepertinya, mereka tidak terlalu curiga jika kepergian kami tadi sangatlah lama. Oh, ya. Sepertinya mereka belum ingat jika awalnya aku dan Ophi habis dari kamar mandi pojok.
"Udah pada mau ke masjid?" Giliran Karin yang memberi pertanyaan pada dua gadis itu. Septy mengangguk, mewakili Wawa.
"Caca sama Laila mana?" sahutku karena tidak melihat dua teman kamarku yang lain di dalam ruangan.
"Oh, Caca masih ngantri mandi. Kalau Laila ..." Wawa yang memberi jawaban tadi tiba-tiba menjeda kalimatnya. Gadis itu justru tengah melihat ke arah Septy. Aku pun ikut menggeser netraku ke objek yang dilihat Wawa. "Laila tadi ke mana, ya, Sep?" tanyanya kemudian.
Sontak, sosok yang diberikan pertanyaan tadi menghendikan bahunya. "Entah. Mungkin udah di masjid."
"Nah, iya. Mungkin dia udah ke masjid. Habisnya, dari tadi kami nggak lihat dia di sini," jawab Wawa. "Bukannya tadi sama kamu, Rin?"
Seperti setrika saja, aku bolak balik melihat wajah Wawa dan Karin secara bergantian. Kenapa mereka terlihat sangat bingung? Padahal Laila baru saja bersama mereka.
"Iya, tadi Laila emang sama aku, tapi pas udah ketemu Wati, dia balik. Katanya mau ke kamar mandi."
"Lagi mandi kali." Ophi menyahut. Setelahnya, dia langsung berjalan masuk, menyela di antara posisi Wawa dan Septy.
"Iya, tuh. Mungkin lagi mandi." Wawa ikut-ikutan.
"Ya udah, kalian berangkat dulu, gih. Kita mau antri wudu' dulu," suruh Karin. Karena dua gadis itu masih saja anteng berdiri di depan pintu. Di tengah-tengah lagi.
"Iya, nih, si Wawa kagak berangkat-berangkat," tuduh Septy yang langsung mendapat senggolan tangan di pinggangnya.
"Lha, kamu, tuh, yang nggak gerak-gerak dari tadi."