Si Cadar Hitam

Almayna
Chapter #15

Kuburan Kucing

"Zah, katamu sempat dengar Laila kasih makan kucing, kan?" Ophi tiba-tiba bersuara, seolah dia benar-benar dengar apa saja yang terucap dalam hati. Tentu, pertanyaan tersebut berhasil mengundang kerutan di dahi teman-teman lainnya.

"Kapan, Zah?" Karin yang pertama bertanya.

"Itu, di mimpiku semalam," jawabku melihat wajah mereka satu persatu. "Mustahil, kan, kalau itu kejadian di dunia nyata?"

"Bener, tuh." Septy menyahut. "Mimpi adalah bunga tidur. Nggak mungkin kejadian di alam bawah sadar kita akan terjadi sama persis dengan kejadian di dunia nyata."

Aku juga berpikir demikian tadi. Mungkin semua ini hanya kebetulan semata. Apa yang kulihat sekarang tidak ada sangkut-pautnya dengan mimpi semalam. Namun, yang masih membuatku penasaran adalah, bagaimana bisa sama persis? Apa masih mungkin disebut kebetulan?

"Atau jangan-jangan ..." Wawa bersuara, tapi tidak langsung diselesaikan. Kalimatnya tadi kembali membuat kami dilanda rasa penasaran yang semakin besar.

"Jangan-jangan apa, Wa? Jangan bikin tambah pusing, deh," protes Caca.

"Jangan-jangan, mimpi itu adalah petunjuk tentang apa yang akan terjadi di kehidupan nyata kita. Bisa aja, kan?"

Kami semua diam, belum ada yang menyanggah karena sama-sama masih mencerna maksud dari ucapan Wawa tadi. Terlebih aku yang semakin bingung dibuatnya.

Petunjuk? Apa semua kejadian menyeramkan di mimpi itu akan terjadi di kehidupan nyata?

"Masuk akal, sih. Soalnya aku pernah ngalamin hal kayak gitu." Itu suara Karin. Sepertinya, dia masih ingin melanjutkan ucapannya. "Aku pernah mimpi ayahku ketimpa dahan pohon sampai kepalanya berdarah. Terus, dua hari berikutnya, ayahku benar-benar ketimpa buah nangka. Untungnya, luka di kepalanya nggak separah di mimpi."

Setelah mendengar cerita Karin tadi, aku bisa merasakan jika tangan Wawa kembali menempel di lenganku. "Ih. Kok kalian bisa mimpi seram-seram, sih?"

"Kamu juga mau?" beo Caca.

"Nauzubillah. Jauh-jauh, deh, ya. Denger cerita kalian aja udah merinding banget. Gimana kalau beneran mimpi?"

"Sudah. Sekarang kita kuburin kucing ini, yuk. Kasian kalau terus dibiarin kayak gini," usul Ophi segera mencari plastik untuk melapisi tangan dan menutupi bangkai binatang yang cukup mengenaskan itu. Setelah dapat, barulah dia berjongkok demi memindahkan bangkai tadi ke dalam plastik lain.

"Kamu serius, Phi?" tanya Septy tidak percaya jika teman sekamarnya begitu berani memindahkan bangkai itu ke plastik yang dia temukan di dalam tas, tanpa rasa jijik sedikit pun. Padahal Caca apalagi Wawa sudah menutup mulutnya agar tidak muntah.

"M-mau dikubur di mana itu, Phi?" tanya Wawa. Suaranya hampir tidak terdengar karena mulutnya tertutup tangan.

Lihat selengkapnya