Udara di dalam mobil hitam itu semakin dingin. Bukan hanya karena AC yang dinyalakan tanpa henti, tapi juga dengan diamnya gadis berwajah pucat itu sejak tadi. Entah apa yang selalu membuatnya seolah membeku dan membatu tiap kali duduk di samping wanita yang menyayanginya lebih dari apapun di dunia ini. Karena rasa kasih sayang yang begitu besar, si wanita rela melakukan apa saja agar putri satu-satunya tetap berada di sisinya. Namun, dia tidak tahu jika perasaan cinta itu justru membuat si putri menderita.
"Aila Sayang," panggil si wanita berhijab hitam itu begitu lembut. Tidak lupa, ia juga menaikkan tangannya untuk mengusap kepala putrinya dengan penuh kasih. "Kenapa? Dari tadi kok diem terus?"
Gadis yang duduk di sebelahnya masih saja belum menyahut. Tatapan kosongnya masih tertuju ke arah depan. Seperti sedang melihat sesuatu yang menggiurkan, tapi tidak ada apa-apa di sana.
Seolah tidak mau menyerah, si wanita yang merupakan ibu dari gadis itu menurunkan tangannya ke arah pipi putrinya. Merasa ada yang tidak biasa dengan bentuk wajah sang anak, wanita tadi lekas melepas kain tipis hitam yang sejak dulu menutupi wajahnya.
"Mama mau lihat sebentar, ya, Nak," kata si wanita meminta izin, tapi anak gadisnya sama sekali tidak merespon bahkan dengan gerakan tubuh sekali pun.
Ketika kain tersebut sudah berhasil terlepas, si wanita tadi beringsut mundur kala melihat wajah sang anak yang begitu kurus, bahkan tulang pipih hampir terlihat begitu jelas. Bibirnya membiru dan pecah-pecah. Bahkan jika dia berbicara sedikit saja, setiap pecahan itu pasti akan mengeluarkan darah. Tidak lama setelah itu, kepala sang anak tiba-tiba bergerak ke samping, ke arah ibunya.
"Kenapa Mama menjauh? Apa sekarang Mama takut denganku?" tanya sang anak setelah cukup lama diam.
Tentu si wanita tadi menggeleng dengan cepat, meski terlihat ada keraguan dalam setiap gerakan kepalanya. "Mama cuma kaget melihat wajahmu seperti ini, Nak," jelasnya kembali menaikkan tangan untuk meraba wajah putrinya.
"Sebentar lagi, Mama akan melihat hal yang lebih mengejutkan lagi dari diriku," kata sang anak, membuat wanita tadi kebingungan.
"Maksudnya?"
"Sebentar lagi, tulang-belulang yang menempel di kulit ini akan lepas dari tempatnya. Daging yang terlihat saat ini akan melepuh dan membusuk. Dan, ketika waktu itu, Mama pasti tidak akan sudi duduk di sampingku seperti ini."
Wanita itu kembali menggeleng dan dengan cepat menarik kepala putrinya sampai menempel di dadanya. Ia merengkuh tubuh sedingin es itu dengan erat. "Nggak, Sayang. Mama akan tetap di samping kamu seperti ini."
"Sampai kapan?"
Pertanyaan itu berhasil membuat si wanita bungkam sesaat. Tangannya yang sebelumnya bergerak naik turun di belakang anaknya pun spontan berhenti.
Sampai kapan?