Si Cadar Hitam

Almayna
Chapter #18

Bau Tanah Kuburan

Gelap malam mulai membungkus semesta yang masih ditemani berisiknya suara hujan dan guruh menggelegar. Meskipun begitu, Ophi masih belum juga mengedipkan mata pada sosok yang menyita perhatiannya sejak tadi. Bak dihipnotis, gadis itu hanya diam sambil menatap lurus ke arah gerbang dengan jantung berdegup lebih kencang dari biasanya.

"Ophi?"

Suara itu tiba-tiba mengembalikan kesadaran Ophi sepenuhnya. Dengan sedikit gelagapan, ia menolehkan kepalanya ke arah gadis yang masih ada di sampingnya. Jika saja panggilan itu tidak tembus ke telinganya, mungkin dia akan tetap berada di situasi itu entah sampai kapan. Sementara di sekitar mereka, suasananya mulai sunyi karena para santriwati sudah masuk ke kamar masing-masing. Apalagi di tengah dinginnya hujan seperti sekarang, akan sulit menemukan orang berlalu-lalang di koridor, teras, ataupun tangga jika tidak sedang lapar atau kebelet pipis.

"Kamu lihat apa?" tanya Laila.

"A-apa?" balas Ophi seolah tidak mendengar apa yang baru saja Laila tanyakan.

"Apa ada sesuatu?" terka Laila, sangat penasaran.

"Ah, itu ... tadi ..." Ophi kembali menolehkan kepalanya lagi ke arah kiri, tapi ia tidak menemukan apa-apa di sana. Sosok tinggi yang sempat dia lihat juga sudah tidak ada.

Kemana dia? Ophi bertanya dalam hatinya. Apa aku salah lihat, ya? Tapi, nggak mungkin.

Hampir saja Ophi kembali diam dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Sebelum akhirnya, dia menyadari jika malam mulai datang, azan Magrib dari masjid pesantren sudah mulai terdengar, dan Laila, gadis basah kuyup itu masih berdiri menunggunya. Menyadari itu, Ophi merasa sangat bersalah karena membiarkan Laila kedinginan.

"Astagfirullah, La. Maafkan aku. Harusnya aku membawamu ke ruangan, tapi aku malah bengong di sini," ucap Ophi menyesal.

"Tidak apa-apa. Kamu juga belum selesai menjemur sepatumu. Aku bisa ke kamar sendiri."

"Tidak, tidak. Aku sudah selesai kok. Ayo, kembali ke kamar. Kamu harus segera mengganti pakaian. Takutnya nanti kamu demam." Ophi secara tidak sadar menarik lengan kurus Laila agar gadis itu bisa berjalan dengan aman. Karena menurut Ophi, Laila masih belum pulih dari sakitnya. Ditambah dengan keadaan Laila yang habis hujan-hujanan, membuat kekhawatiran Ophi meningkat.

Namun, baru akan menggerakkan kaki, Ophi merasakan sesuatu yang berbeda dari lengan gadis itu. Dia merasa jika yang dia pegang saat ini bukanlah anggota tubuh manusia pada umumnya, yang berisi daging dan tulang. Akan tetapi, Ophi merasa jika dia saat ini tengah memegang tulang belulang. Spontan, dia membayangkan sekurus apa gadis di sampingnya itu sampai tangannya tidak merasakan segumpal pun daging di lengan Laila.

"Astagfirullah ..." Ophi merapalkan zikir agar pikirannya bisa tenang dan tidak memikirkan hal-hal aneh lagi.

Lihat selengkapnya