Si Cadar Hitam

Almayna
Chapter #19

Menjelang Magrib

"Assolatu 'alannabi, assolatu 'alarrasul."

Karin sengaja bersenandung kecil demi menghilangkan kesenyapan di sepanjang koridor yang dilaluinya menuju kamar mandi.

Benar apa yang dikatakan Ophi tadi, suasana asrama Fatimah saat itu benar-benar sepi. Hanya ada suara hujan dan guruh yang terdengar memenuhi semesta. Karin berharap, masih ada satu dua orang anak asrama yang masih berada di kamar mandi agar dirinya tidak benar-benar sendiri.

Demi menghemat waktu, Karin mempercepat gerak kakinya sambil merekatkan handuk yang kini membalut tubuhnya. Hujan yang hampir setengah hari ini turun membuat udara sangat dingin. Dia tidak bisa membayangkan sedingin apa tubuhnya nanti setelah selesai mandi.

Awalnya, usai melipat baju tadi, Karin berniat tidak ingin mandi karena menurutnya, suasana malam ini tidak akan membuatnya gerah ketika tidur. Dia turun ke bawah hanya berencana untuk mencuci muka dan mengambil wudu'. Akan tetapi, setelah dipikir-pikir, tidak menutup kemungkinan jika malam nanti suhu di kamar akan panas seperti biasa. Alhasil, Karin memutuskan untuk mandi daripada tidak bisa tidur nantinya.

"Syukurlah masih ada orang," gumamnya mengulum senyum ketika melihat salah satu pintu kamar mandi tertutup.

Sebagai informasi, kamar mandi asrama berbentuk ruangan segi empat panjang yang terdiri dari lima sampai enam bilik tiap gedungnya. Setiap bilik terdiri dari satu bak kamar mandi dan satu toilet di sebelahnya. Luas tiap-tiap bilik hanya muat untuk satu orang. Jadi, satu bilik hanya boleh diisi oleh satu orang, tidak boleh lebih.

Jika di jam-jam aktif seperti pagi dan sore, pintu-pintu depan bilik itu pasti sudah penuh dengan santri yang mengantri mandi. Namun sekarang, karena kegiatan pondok sedang diliburkan karena hujan, jarang ada santri yang memilih mandi di jam-jam seperti ini. Jadi, Karin terbilang beruntung karena tidak mendapat antrian ketika baru masuk. Biasanya, dia bisa mendapat antrian nomor belasan jika ke kamar mandi jam segini.

Dari tempatnya saat ini, Karin bisa mendengar suara air keran menyala dari bilik paling pojok. Artinya, ada orang di bilik itu, dan artinya dia tidak sendirian. Mendapati hal itu, Karin akhirnya bernapas lega. Walau cuma berdua di sini, tapi setidaknya semua pikiran-pikiran aneh yang sempat menggelayuti otaknya akhirnya lenyap.

Tanpa berlama-lama, gadis itu segera membuka pintu kamar mandi kedua paling pojok agar merasa tetap tenang. Niat awal yang ingin keramas terpaksa Karin urungkan supaya tidak membuang waktu lebih lama. Selain itu, dia juga tidak mau sendirian di tempat ini jika orang di sebelahnya sudah selesai dengan kegiatannya. Karena itulah, Karin hanya mandi seperti biasa tapi dengan kecepatan yang lebih dari sebelumnya.

Sekitar lima belas menit kemudian, Karin sudah menyelesaikan kegiatan mandinya. Ketika sedang membereskan sabun dan peralatan mandi lainnya, Karin dikejutkan dengan sesuatu yang mengalir lewat bawah triplek pembatas bilik.

Jika yang mengalir itu adalah air biasa atau air bekas mandi, mungkin Karin tidak akan terkejut. Namun, jika sesuatu yang mengalir bahkan melewati kakinya itu adalah cairan merah menyala disertai bau menyengat, sangat mungkin jika Karin sampai berteriak saking kagetnya.

Lihat selengkapnya