Gema azan Isya' terdengar mengalun di antara gemercik rintik yang masih turun. Meski tidak selebat tadi, namun awan hitam yang rupanya terus saja menjatuhkan bebannya berhasil membuat siapa pun sangat enggan meninggalkan kamar. Begitu juga denganku dan mayoritas teman asrama.
Jika saja wuduku tidak batal gara-gara kelepasan angin, mungkin saat ini aku sudah selesai menunaikan ibadah sholat Isya' seperti Caca dan lainnya. Sementara Ophi yang halangan, bertugas sebagai penjaga di dekat Karin. Yah, gadis itu sampai sekarang belum sadar juga. Bahkan ketika beberapa santri dari kamar lain sudah kembali ke kamarnya masing-masing.
Semenjak Laila datang tergopoh-gopoh ke kamar, lengkap dengan tangan gemetar ketakutan, dan memberitahu kami jika Karin pingsan, aku tidak hentinya memikirkan apa yang sebenarnya terjadi di kamar mandi itu? Sementara, aku tidak bisa mencari tahu kejadian pastinya karena tidak ada orang yang berada di kamar mandi ketika kejadian itu.
Sampai akhirnya, aku mencoba mencerna sendiri dengan membuat beberapa pertanyaan. Dengan harapan, aku bisa menemukan petunjuk dari pertanyaan-pertanyaan itu. Untungnya, beberapa orang juga memikirkan hal yang sama denganku.
"Apa Karin sempat terpeleset gegara lantai licin sampai kepalanya terbentur lalu itu yang menyebabkannya pingsan?" Itu adalah pertanyaan yang dilontarkan oleh Septy. Namun, ketika sudah dibawa ke kamar, aku dan Ophi sempat memeriksa bagian kepalanya dan kami tidak menemukan bekas terjatuh atau apapun di sana. Seharusnya, jika dia memang pingsan karena terjatuh, pasti ada bekas lebam atau lecet di kulit kepalanya.
"Atau mungkin, Karin sempat melihat sesuatu yang membuatnya terkejut dan akhirnya pingsan?" Pertanyaan lain datang dari Caca. Cukup masuk akal, sih. Mengingat, hujan-hujanan seperti ini rawan terjadi hal-hal yang di luar nalar. Apalagi di pesantren yang menurut cerita banyak orang punya kejadian tersendiri. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi hal-hal demikian, kan?
Tapi, sepertinya, pertanyaan ini justru mendatangkan pertanyaan yang lain lagi. Jika itu benar penyebab Karin pingsan, apa yang dilihat olehnya sampai dia tidak sadarkan diri? Apa sesuatu yang pernah sempat aku lihat juga dalam mimpi itu? Atau, ada hal lain yang mungkin lebih seram?
Ah, memikirkan semua ini membuat kepalaku tiba-tiba berdenyut. Satu-satunya jawaban yang pasti ada di Karin sendiri. Hanya dia yang tahu apa yang sebenarnya terjadi di kamar mandi itu? Semoga, dia lekas sadar.
"Guys, Laila belum balik. Udah hampir dua puluh menit," beritahu Wawa. Sontak, kami semua saling lihat seolah punya satu pemikiran yang sama.
Apa terjadi sesuatu dengan gadis itu? Bukannya tadi hanya mau mengambil botol minum, tapi kenapa lama sekali?
"Biar aku susul, ya. Aku mau sekalian wudu'," kataku langsung bangun dan mengambil jilbab. Satu detik kemudian, Ophi ikut berdiri, membuat kami semua keheranan.
"Aku ikut," katanya seolah menjawab semua ekspresi kami. Aku tahu alasan dia memutuskan untuk menemaniku. "Kalian jagain Karin sebentar, ya."
"Cepat balik pokoknya!" pinta Caca.
Aku dan Ophi mengangguk bersama dan keluar kamar dengan segera. Tidak mungkin aku tega meninggalkan mereka bertiga di sana terlalu lama. Apalagi di tengah kondisi yang seperti ini.
"Phi, apa Karin melihat sesuatu, ya?" tanyaku memecah keheningan. Saat ini, kami sudah tiba di tangga kedua. Sekitar sepuluh tangga lagi, kami akan sampai lantai satu dan sekitar lima belas meter lagi, kamar mandi tujuan kami akan terlihat.
"Aku kurang tau, Zah," jawabnya diakhiri helaan napas panjang. Aku bisa melihat dia tengah memikirkan sesuatu. "Akhir-akhir ini, sering terjadi kejadian aneh dan itu menimpa teman-teman kita."
Aku juga sependapat dengan Ophi. Padahal sebelumnya, aku sempat berpikir jika semua ini hanyalah sebuah kebetulan. Namun, setelah mengalami mimpi itu, aku semakin yakin jika ada sesuatu yang janggal di sini, di asrama ini.
"Kamu tau?" Suara Ophi berhasil mengalihkan perhatianku. "Tadi sebelum ke kamar, aku sempat duduk di sini." Ophi berhenti sebentar dan menunjuk lantai yang dia maksud.