Si Cadar Hitam

Almayna
Chapter #27

Pemanggilan

Sudah dua hari berlalu, semenjak Septy pulang dan mimpi aneh itu kembali terulang. Meski sudah agak lama, tapi aku masih ingat begitu jelas semua kalimat yang diucapkan seorang wanita dan kakek-kakek dalam mimpi itu. Beruntung, sebelum menemui hal-hal yang lebih aneh lagi, tepukan tangan milik Caca berhasil membawaku dari alam gelap gulita itu.

Sampai sekarang, aku masih bertanya-tanya apa makna dari mimpi itu. Kemudian Laila, kenapa dia terlibat? Apa itu Laila yang lain? Tapi suara wanita itu, dan wajahnya, mirip dengan mamanya Laila. Tuhan, semua kejadian itu semakin membuat kepalaku terasa sangat berat.

"Sudah tau kabar terbaru?" celetuk seseorang yang kini menarik kursi di sebelahku. Kepalaku menoleh, lalu menggeleng spontan.

"Ada apa?" balasku akhirnya.

"Karin bilang, Septy sudah siuman. Saat ini, dia masih dirawat di rumah sakit karena demamnya belum turun." Gadis itu memberitahu sambil menyeruput es doger yang dibawanya dari kantin.

"Alhamdulillah. Semoga Septy segera kembali ke asrama." Aku tersenyum tipis dan merasa begitu bahagia mendengar kabar itu. Aku berharap, kondisi Septy benar-benar membaik. Kalau saja rumahnya dekat dengan pesantren, pasti kami sudah pergi menjenguknya dari kemarin.

"Kamu penasaran nggak, Zah, kenapa dia bisa kesurupan?" tanya Ophi tiba-tiba. "Secara, Septy bukan orang yang gampang kemasukan jin. Gadis seperiang itu nggak mungkin suka melamun, kan?"

"Kita sama-sama nggak tahu apa penyebabnya, Phi. Tapi apapun itu, aku yakin Septy juga nggak mau kejadian itu menimpa dirinya. Apalagi sampai melakukan kekerasan sama Laila. Kalau dia tahu, dia pasti nyesal banget."

Ophi menyetujui pendapatku. "Ada baiknya, kalau kita nggak tanya apa-apa sama dia nanti kalau udah balik asrama. Kita pura-pura nggak tau sama apa yang terjadi kemarin."

"Benar, Phi. Bisa-bisa, dia nge-drop lagi kalau tau yang sebenarnya." Aku kembali ke aktivitas semula--membolak-balik halaman buku padahal tidak membaca apapun di sana--setelah mengucap kalimat itu.

"Nanti mau nyuci nggak?" tanya Ophi, tapi entah kenapa aku tidak langsung merespon ucapannya.

"Zah."

"Iya?"

"Ngelamun?"

Balasanku hanya tersenyum tipis karena tidak mungkin berbohong jika diamku tadi karena memang sedang melamun. Aku yakin, Ophi akan paham kenapa raut wajahku seperti sekarang. Bisa diprediksi, sebentar lagi dia akan menanyakan apa yang tengah terjadi padaku.

"Mimpi buruk lagi?" tebaknya dengan begitu tepatnya. Entah gadis itu memiliki indera keenam atau tidak, aku tidak tahu. Dia tidak pernah gagal menebak isi kepalaku tanpa harus bercerita panjang lebar sebelumnya.

"Lebih aneh lagi, Phi."

"Maksudnya? Makhluk itu?" Ophi menebak dan aku segera menggeleng.

"Bukan itu."

"Lalu?"

"Aku jutsru bertemu orang tuanya Laila dan kakek-kakek di hutan."

Kening Ophi mengerut. Menyiratkan dia belum paham maksudku. Sehingga, aku pun melanjutkan cerita. "Aku tidak melihat mereka terlalu jelas, hanya mendengar percakapan mereka saja."

"Apa yang mereka bicarakan?"

"Entahlah. Aku juga nggak terlalu paham," ucapku menghendikan bahu. "Intinya mereka bahas umur, jasad, janji, waktu, nyawa, dan bayi."

"Hah?" Ophi menggaruk kepalanya. Dia kelihatan benar-benar bingung dengan cerita yang aku sendiri masih bingung mencari maknanya. "Maksudnya gimana? Coba cerita detailnya, Zah."

Karena Ophi hanya bisa paham jika dijelaskan dengan sedetail-detailnya, maka aku tidak punya pilihan selain menceritakan asal mula aku bisa mendengar semua percakapan aneh itu. Mulai dari mengikuti mereka sampai ke gubuk bambu sampai mendengar perdebatan mereka dari awal sampai akhir. Di akhir cerita, aku bisa melihat raut wajah Ophi sangat berbeda dari sebelumnya. Dia ... terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Kenapa?" tanyaku akhirnya.

"Kenapa mimpimu terasa nggak asing, ya, Zah?"

"Hah?" Kini, giliranku yang kebingungan.

"Aku pernah mendengar kejadian seperti ini, tapi dimana, ya?"

***

Pulang sekolah, langit kembali mendung. Sepertinya, bulan-bulan ini akan masuk musim penghujan. Otomatis, semua bentuk kegiatan asrama akan dipindahkan waktu dan tempatnya. Mengingat hujan lebat pasti akan selalu datang jika menjelang malam.

Lihat selengkapnya