Blurb
Sudah tidak ada pilihan, mau tak mau Fira kembali tinggal ke rumah orang tuanya dengan membawa ketiga anak yang masih kecil-kecil karena cerai dari suaminya. Itu semua Fira lakukan supaya anak-anaknya dapat hidup dan bertahan ditempat yang layak. Berbagai tekanan ia alami, terutama dari pihak keluarganya sendiri. Ia harus menguatkan diri demi anak-anaknya dan juga berusaha untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan mental yang hancur dan tidak stabil, ia mencurahkan segala kekuatan dirinya untuk bertahan. Berbagai macam bukti-bukti harus ia temukan untuk sidang perceraian, bahkan masih ada harapan kecil di hatinya untuk tetap bisa bersama Angga.
Tingkah-tingkah anaknya membuat keadaan rumah menjadi kacau. Seperti Lala, anak ketiga yang berusia dua tahun suka naik ke atas meja makan, panjat-panjat pagar dan terali jendela, menumpahkan makanan dan hal-hal lain yang dilakukan anak seusia nya. Belum lagi saudara-saudara Fira yang memarahi nya karena tidak bersih-bersih rumah seperti menyapu dan mengepel. Fira bukan orang yang malas,namun jiwa dan hatinya masih tertekan dan ia pun juga fokus mengurus ketiga anak-anaknya. Pertengkaran pun terjadi diantara mereka. Bahkan ayah Fira sendiri adalah orang yang sangat mudah marah, sehingga Fira selalu menjaga anak-anaknya supaya tidak dimarahi oleh kakek nya. Mereka akan menangis dan ketakutan jika sang kakek membentak bahkan memukul.
Hal itu membuat Fira tidak bisa tidur di malam-malam selanjutnya, ia menjadi teringat masa-masa kecilnya hingga ia remaja yang diperlakukan tidak baik oleh orangtuanya dan itu sangat kuat ia rasakan. Hingga Fira mengalami depresi. Tapi Fira selalu ingat akan anak-anaknya, ia harus menjadi ibu yang kuat buat mereka. Diam-diam, Fira melakukan konsultasi psikologi gratis dengan kawan lamanya semasa kuliah melalui pesan singkat dan telepon. Minda, seorang psikiater yang mendengarkan cerita-cerita Fira dan memberi saran padanya. Ibadah rutin nya tak pernah lepas, bahkan semakin kencang ia lakukan. Hingga akhirnya Fira bermimpi bertemu idolanya, almarhum Bapak B.J.Habibie yang sedang menulis sambil menangis terseduh-seduh. Ia bangun dari tidurnya dan membuka lap top. Fira putuskan,ia akan menulis. Menulis kisah hidupnya seperti dahulu Pak Habibie menulis kisah semasa Ibu Ainun masih hidup bersamanya. Walaupun bukan kisah kehidupan roman yang akan diceritakan.