Si Kecil di Dalam Diriku

Putri Rafi
Chapter #2

Galeri Putih

Raras Ajeng Saylendra (29), berdiri di tengah ruangan galeri putih. Jari-jarinya melipat rapi di belakang punggung. Cahaya matahari menyelinap dari kaca tinggi, menghiasi lukisan abstrak di dinding dengan bayangan dingin. Ia melangkah perlahan, mengamati setiap detail karya-karya yang bakal layak di tunjukkan ke para khalayak.

Para kolega menyebutnya “kurator yang sempurna.” Penuh pengertian akan seni, tajam mengkritik dan tak pernah menunjukkan kelemahan. Padahal bagi Raras, sempurna hanyalah lukisan tanpa retakan.

Ia melangkah perlahan, mengamati setiap detail. Lukisan abstrak di dinding instalasi logam di sudut, patung kayu yang diam ... semua terasa terkontrol, seperti kehidupannya. Di sudut ruangan, ada karya instalasi anak-anak yang tergeletak. Mainan plastik seperti buah-buahan dan sayur, wadah pasir dengan cetakan-cetakkannya disertai garis-garis yang dicoret oleh jari tak beraturan, dan lukisan berwarna cerah yang terlalu bebas untuk selera kritikus.

Raras mendekat, menemukan sesuatu yang tersembunyi. Bayangan seorang anak kecil di balik lukisan. Matanya terpaku.

Kau di sini lagi,” bisiknya, mengulurkan tangan dan mengusap lukisan dengan ujung jari-jarinya.

Lukisan itu menanggapi.

Aku tak pernah pergi,” gumam suara kecil dalam benaknya. “Kau yang selalu mengunci pintu.”

Raras menarik napas, jantungnya berdebar tak karuan. Ia mengingat bagaimana ayahnya mengatakan, “jangan cengeng! sebentar-sebentar selalu menangis. Kau harus dewasa.” Ia mengingat tangisannya yang pernah menggema di kamar pengasuh, yang akhirnya harus ditutup oleh suara radio atau dialihkan dengan kegiatan lainnya.

“Aku tak pernah cukup dewasa, pikirnya sambil menatap karya itu.”

Kau terlalu baik. Kau tak pernah menangis,” suara kecil itu muncul lagi.

Aku tak punya waktu untuk itu,” jawabnya keras.

Lihat selengkapnya