Lift berhenti di lantai 5, seorang roomboy dengan mendorong stainless trolley yang terdiri dari rak dua susun keluar dari lift. Pria itu berjalan ke arah kamar di ujung koridor lantai lima.
Setibanya di muka kamar Roomboy merogoh kunci di saku celana dan membuka pintu kamar.Bau harum mawar yang di tebar diatas ranjang kemarin pagi menyeruak di hidungnya.
Roomboy masuk dan menutup pintu kembali dari dalam.Ia mengambil sesaji yang ada di rak bagian atas trolley. Membawanya ke meja makan dan mengangkat sesaji yang lama dan menggantinya dengan yang ia bawa.
Setelah dari meja makan roomboy kembali menghampiri trolley, meletakkan sesaji lama ke rak atas dan mengambil sprei serta plastic berisi bunga mawar di rak bawah trolley.
Ia menghampiri sisi ranjang, meletakkan sprei dan plastik bunga ke nakas dan tertegun memandangi ranjang yang bunganya masih terhampar rapi. Tak ada satupun yang terserak seperti sebelum-sebelumnya.
“Aneh, tak biasanya mawar ini utuh. Apa perempuan itu sudah tak datang lagi kemari ?” Roomboy merasa heran. Ia melepas sprei yang ada di ranjang lalu meletakkan di bawah rak trolley.
“Kalau benar terjadi berarti kamar ini bisa kembali disewakan” Roomboy memasang sprei yang tadi diletakkannya di nakas dan menaburkan bunga mawar segar ke atas ranjangnya. Setelah selesai ia membawa kantung plastic dan trolleynya keluar. Mengunci pintu kamar lagi dari luar dan berlalu ke lift yang akan membawanya turun ke lantai dasar.
Bunyi pluit kapal yang merapat tak menganggunya, juga lalu lalang kuli panggul yang bersliweran di sampingnya.Lelaki tua itu tetap berjongkok memunguti paku yang terserak dan memasukkannya ke karung yang di bawanya.
“Pak, minggir!“ seorang kuli panggul menghardiknya. Sepertinya merasa terganggu jalannya.
Si Bapak yang usianya mungkin lewat paruh abad menyingkir sambil masih memunguti paku.
“Mamat, kau tidak berjualan rokok lagi?” suara seorang gadis menegurnya. Kali ini Si Bapak yang ternyata bernama Mamat mendongak.
Ia mengucak matanya karena tak yakin dengan apa yang dilihatnya. Gadis itu, gadis yang puluhan tahun lalu sering menganggunya saat berjualan malam hari berdiri di hadapannya.
“Kau…” Mamat berhenti mencari paku. Ia menggumam terkejut pada gadis berkebaya kuning berkain batik merah.
“Iya ini aku. Kau sudah tua ya sekarang.” gadis berambut hitam sebahu itu, yang matanya sedikit juling memandangi Mamat dari ujung kaki hingga kepala.
Pria yang dulu kerap diganggunya telah banyak berubah dari terakhir kali mereka bertemu dua puluh tiga tahun silam. Dulu fisik pria itu masih kurus, kulitnya tak terlalu hitam dan bajunya sedikit rapi. Berbeda dari tampilan Mamat sekarang yang sama sekali tak terawat, wajah menua, kulit legam, perut buncit dan baju yang sudah compang camping.
Mamat berdiri dari jongkoknya, Ia lalu berjalan ke area yang agak sepi. Si gadis mengikuti di belakangnya.
Mereka berdiri agak menjauh dari dermaga pelabuhan yang seperti biasa selalu ramai kapal merapat dan melepas sandaran.
“Sudah lama sekali.” Mamat mengingat. Dulu sewaktu muda dan masih berjualan rokok di pintu keluar Ancol Mamat kerap kali di ganggu oleh kemunculan perempuan itu. Mulanya Ia takut, namun lama kelamaan Ia mulai terbiasa.