Tak terasa sudah satu bulan lamanya aku menuntut ilmu di pondok pesantren Hafizh Qur'an AL-Mubarak. Walaupun sebenarnya sangat berat rasanya hidup jauh dari orang tua, namun aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya mengikuti alur dari pesantren tersebut. Sebagian teman-temanku yang usianya lebih tua daripada aku, sudah pulang ke kampung halaman dan berhenti mengaji dari pesantren. Dari jumlah kami yang awalnya sebanyak 15 orang kini hanya tinggal 7 orang saja yang bertahan di pesantren, aku hanya bisa menangis melihat teman- temanku yang pulang, dalam hatiku sebenarnya aku juga ingin sekali ikut pulang tapi aku takut dan uang pun tidak ada untuk ongkos. Teman-temanku di pesantren orangnya juga baik-baik dan sama-sama jauh dari orang tua, bahkan ada juga yang anak yatim piatu.
Kegiatanku di pesantren dimulai setelah shalat subuh berjamaah di masjid yang berada tidak jauh dari asrama pesantren, setelah shalat subuh aku dan santri lainnya akan kembali ke asrama dan akan dilanjutkan dengan membaca surah yasiin bersama. Pembacaan surah yasiin ini biasanya akan dipimpin oleh ketua asrama atau kakak-kakak senior yang sudah terbiasa memimpin. Setelah pembacaan yasiin bersama, kegiatan belajar mengajar secara mandiri adalah pilihan beberapa santri saat itu, karena sebagian santri juga ada yang melanjutkan untuk tidur hingga pukul 6.00 WIB.
Hari Minggu adalah hari libur bagi kami di pesantren, biasanya setiap pagi minggu setelah shalat subuh dan membaca surah yasiin, kami akan pergi maraton bersama-sama untuk kesehatan kami semua para santri putra. Jumlah kami yang saat itu tidak terlalu banyak membuat kekompakan yang sangat baik dan rasa kekeluargaan pun terasa, maraton dengan sangat rapih dengan dipimpin oleh ketua asrama yang saat itu adalah alumni dari pondok pesantren Darussalam Gontor Jawa Timur. Jarak yang kami tempuh untuk maraton sampai 5 km putaran hingga kembali lagi ke asrama. Setelah kembali ke asrama biasanya kami akan tidur setelah sarapan pagi, dan ada juga yang mencuci pakaian, bermain di bawah asrama dan kegiatan lainnya diluar jam belajar-mengajar. Untuk keperluan perlengkapan mandi dan mencuci bisa kami dapatkan dengan belanja ke warung ataupun dengan membelinya di koperasi yang ada di asrama, koperasi tersebut bisa menyimpan uang dan juga bisa berhutang jika kita tidak mempunyai uang tunai dan akan dibayar nanti setelah kita sudah ada uang.
Malam hari setelah kegiatan belajar-mengajar usai, kami para santri akan saling berbagi cerita satu sama lain, cerita dengan teman-teman yang berbeda kampung asalnya, yang berbeda bahasanya dan sukunya. Sangat terasa kekeluargaannya, yang tua menyangi yang muda, yang muda hormat kepada yang lebih tua di asrama. Selain diriku, ada juga teman-temanku yang lainnya yang juga tidak tamat sekolah dasar pada saat masuk ke pondok pesantren tersebut, dan mereka sudah jago mengaji semuanya dan sudah berprestasi di ajang Musabaqoh Tilawatil Qur'an. Hal itulah yang memicu semangat kami para santri baru agar bisa juga berprestasi seperti kakak-kaka senior yang lebih dahulu masuk ke pesantren.
Hari demi hari tetap aku lalui meski dengan berat hati. Jadwal belajar mengaji dengan ustaz pimpinan pesantren yaitu dua kali dalam seminggu, kami dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk pergi mengaji ke rumah ustaz pimpinan pondok pesantren. Pertama kali aku belajar dengan Ustaz, kami semua diminta untuk memulai dengan membaca surah Al-fatihah tentunya dengan makhrojil huruf yang benar, disebut dengan Nazhor, yang sudah kami pelajari juga di asrama dengan kakak-kakak senior yang sudah bagus cara mengajinya. Ustaz pimpinan pondok pesantren ini adalah orang keturunan asli Arab, tentunya cara membaca Al-Qur'an nya juga sama dengan orang-orang Arab pada umumnya atau disebut dengan fasih.
Pada pertemuan pertama kali aku belajar dengan ustaz pimpinan, aku diminta untuk membaca Surah Al-fatihah oleh ustaz pimpinan, beliau langsung kagum dengan kefasehanku dalam membaca Al-Qur'an. Pertemuan kedua aku langsung diminta oleh Ustaz untuk langsung ke tahap menghafal Al-Qur'an dan tidak lagi nazhor atau belajar membaca Al-Quran yang baik dan benar. Biasanya untuk nazhor itu dilakukan sampai 6 bulan barulah boleh untuk masuk ke tahap menghafal Al-Quran. Dari semua teman-temanku yg dari kampungku, akulah yang pertama kali diminta oleh ustaz untuk langsung masuk ke tahap menghafal Al-Quran. Bahkan masih banyak teman-temanku yang lebih duluan masuk ke pesantren tersebut daripada aku namun mereka belum boleh menghafal dan masih belajar nazhor sampai benar-benar bacaan mereka fasih sesuai dengan makhrojil huruf yang sesungguhnya.
Dengan kefasihanku dan kepiawaianku dalam membaca Alquran tersebut, aku menjadi santri yang spesial dimata ustaz pimpinan pesantren. Aku mendapat perhatian dan perlakuan yang lebih dibandingkan dengan teman-temanku yang lainnya. Dan perlakuan istimewa yang aku dapatkan ini sontak membuat beberapa santri senior menjadi iri dan bahkan ada yang memusuhiku. Tubuhku yang kecil membuat senior yang iri tersebut dengan mudah jika mereka ingin merundungku. Tapi itu semua tidak pernah terjadi karena aku juga dilindungi dan disayangi oleh kakak-kakak senior pengurus asrama. Setiap kali ustaz pulang dari perjalanannya ke luar Negeri, aku dan beberapa santri senior lainnya selalu mendapatkan oleh-oleh seperti baju, jam tangan atau oleh-oleh lainnya. Biasanya yang mendapat perlakuan spesial seperti ini adalah santri-santri yang tergolong dekat degan ustaz dan piawai dalam mengaji sehingga kami mendapat perlakuan istimewa ini.