SI RAMBUT MERAH , La Famme Fatale

Clodyth.
Chapter #3

La Famme Fatale

Selama perjalanan Via selalu bertanya tentang kasus ini dan dia sama sekali tidak bisa menutup mulutnya. “Via, better lo fokus sama jalanan yang ada di depan lo. Sekarang lo lagi nyetir jadi jangan berisik,” keluh Billy hingga dia membuang nafasnya dengan keras. Via dan Billy mungkin tidak tau  seberapa sulitnya kasus ini tapi setidaknnya mereka tau bahwa kasus ini sangat menakutkan. Sangking menakutkannya kasus ini pada saat itu – 4 tahun lalu, Polisi mengeluarkan surat perintah untuk tetap berada di rumah ketika jam malam tiba, bahkan bapak Gubernur meminta para polisi untuk menutup klub dan café yang beroperasi pada malam hari ini. Semua ini di lakukan agar tidak ada lagi korban yang muncul dan meresahkan warga kota. Tapi tetap saja walaupun sudah ada larangan, keesokan paginya para pria yang memiliki club dan café lah yang akan tewas dalam berita.

“Why a lot of people there?,” tiba-tiba Megan yang berada di samping Via bersuara, sehingga membuat 3 pria yang berada di belakang melihat objek yang Megan sebut.

“Gue rasa popularitas Wine tidak menurun walaupun dia sudah hampir 4 tahun tidak beraksi dan muncul,” Marvel berusara dengan suara dalamnya.

“Tidak ada yang tidak penasaran dengan Wine, pasti mereka sangat penasaran dengan apa yang telah di lakukan dengan Wine,” Kevin mulai merapikan rambutnya sebelum dia turun.

“Oke, gue akan parkir disini dan kita akan berjalan melewati kerumunan di depan sana. No Complain! Gue gak mau mobil ini kegores atau rusak,” ucapan Via membuat orang-orang yang berada di mobil terkejut.

Jika Via sudah berbicara seperti itu, artinya tidak ada yang bisa mendebatnya lagi. Mereka lebih memilih diam dan mengikuti apa yang Via inginkan. Jangan pernah bermain-main dengan Via jika itu mengenai otomotif atau kau akan dalam masalah.

             Kami  berlima turun dan berusaha untuk tidak menarik perhatian. Kami menyelinap ke dalam kerumunan secara terpisah sehingga orang-orang tidak sadar bahwa mereka datang. Semuanya berjalan sesuai dengan kemauan kami, tapi tidak bertahan lama. Pesona Billy terlalu kuat untuk tidak di sadari oleh kerumunan yang ada.

“ Billy! Dia ada disini!,” Terdengar pekikan dari seorang perempuan dalam kerumunan. Seketika perhatian kerumunan berpindah ke Billy secara langsung. Mereka mulai memfoto dan merekam Billy. Itu artinya kesempatan bagi kami untuk bmenyelinap lebih cepat untuk mencapai pintu utama yang telah dibatasi garis polisi dan dijaga oleh beberapa polisi.

Marvel lah yang tiba pertama dan melewati garis polisi dan dia membuka pintu dan menuggu kami agar bisa masuk. Akhirnya kami berhasil masuk tanpa Billy.

Di dalam café sudah ada beberapa petugas yang sedang menganalisa tempat ini. Seperti Biasa Wine mengerjakannya dengan sangat rapi. Tidak ada kerusakan. Dia seperti mengembalikan barang-barang yang ia gunakan untuk membunuh kembali ke tempat semula, jika dia menggunakan alat dari café ini. Café ini sangat cozy dan warm. Ini seperti café yang di bangun atau di kelolah oleh para milenial bukan pria tua yang dibicarakan dalam radio.

“Astaga Kids! Kalian sudah datang.. ayo ikuti saya,” Suara Om Regan membuatku mengalihkan pandanganku dari café ini.

Om Regan adalah Ketua polisi dan merupakan detektif senior dari perusahaan swasta. Itu informasi yang di berikan Marvel kepada kami ketika menangani kasus pertama bersama. Menurut Marvel beliau memiliki pekerjaan sampingan yang bersifat rahasia yaitu menjadi Detektif swasta. Dia sangat dihormati dan disegani oleh detektif junior seperti kami. Perawakannya yang proposional dan rapi membuat dia terlihat lebih muda dari usia aslinya. Memiliki mata sipit yang dibingkai dengan alis tebal dan tajam sangat membuat wajahnya menjadi tegas dan tampan.

“ Korban bernama Michael Agata. 27 tahun. pria yang pemilik café ini. 181 cm dan 67 kg. Saya dan tim sudah menyelidiki semua tempat di café ini, tidak ada kerusakan, tidak ada paksaan untuk masuk ke dalam café ini , tidak ada barang yang hilang yang berarti bukanlah sebuah perampokan. Ini semua seakan-akan sudah seperti di rencanakan, seperti pelakunya memang diundang masuk. Asumsi kami bahwa korban dan pelaku saling mengenali satu sama lain sehingga akses pelaku masuk sangatlah mudah…” jelas Om Regan sambil berjalan dan mengantar kami menuju olah TKP.

Lihat selengkapnya