Aksi merengek-rengek yang kulakukan sama sekali tak membuahkan hasil selain kena kopi anget! Hal itu membuatku sedih bukan main. Dengan suasana hati yang tidak baik aku berangkat sekolah. Memilih tak menghiraukan Omelan papa cukup membantu, mata papa fokus dengan jalan dan tangannya meremas roda kemudi.
Lalu lintas macet karena kendaraan tambang keluar masuk area. Maka aku keluar mobil dengan kuping panas. Teriakan papa tak ku hiraukan, aku memilih segera menaiki angkutan yang menuju sekolah.
Aku sampai bersamaan dengan Mamed yang tersenyum melihat ku.
" Jangan ajak ngobrol dulu, suasana hati gak baik" kataku langsung menuju kelas
Wajah anehnya tak gw hiraukan. Kuyakin seribu pertanyaan melintas dalam pikirannya, tapi biarlah itu semua menjadi pertanyaan. Lagipula ia memang tak ada hak untuk tahu.
.....
Bel istirahat terdengar merdu, aku memilih diam didepan lab IPA menunggu traktiran.
Jujur aku tengah memberi sedikit pelajaran pasal kepekaan pada bocah ini. Tapi ia berkata bahwa habis mendapatkan seriosa dari emaknya. Maka aku yang mengalah mengeluarkan sisi heroik dengan membelikannya roti dan minuman. Kupikir memang keterlaluan jika ia memang sering membelikanku tapi aku tak bergantian membelikan sesuatu untuknya.
Tapi kata ajaibnya keluar disaat yang tepat, kata ajaib yaitu bensin penuh.
Maka sepulang sekolah aku langsung menariknya menuju pantai. Tentu saja untuk merenungi kelakuan ku hari ini dan sebelumnya. Apakah orang tua tak lagi menyayangiku lagi?
Ada banyak hal yang kupikirkan, mulut terkunci. Aku hanya memandangi semua ini. Hingga aku sadar bocah Ini terlalu lama ku diamkan hingga membusuk bersama pertanyaan dalam benaknya.
Untuk pertama kalinya aku mengajaknya untuk sekedar mampir, tapi ia hanya memandangi sejenak dan menggelengkan kepala. Ia berlalu begitu saja.
....
" Kulihat makin dekat saja kau dengan itu bocah" kata Diana
" Namanya juga sahabat, gantinya Zizi"
" Bukan itu yang gw maksud"
" Kamu gak anggap bocah itu sahabat kita juga??" Tanyaku.
" Gak biasanya kau pura pura bodoh"
Jujur aku tak paham apa yang ia maksud, badan demam sulit mencerna pertanyaan yang Diana lontarkan.
" Zizi sudah sekolah jauh, adiknya dong sebagai gantinya" kataku.
Diana menepuk dahinya, ia masih mengira aku pura pura bodoh. Terdengar mama tengah berbincang dengan suara cukup keras, Diana terlihat penasaran.
Ia keluar untuk memastikan dan ia kembali dengan sekeranjang buah yang di hias, Aku tahu barang ini dibeli dimana.
" Sudah tahu dari siapa kan?" Tanya Diana.
Aku hanya mengangguk.
" Apa ku bilang" kata Diana dengan percaya diri.
" Memang.... Cuma dia saja yang pura pura bodoh" kata Diana.
" Maksudnya?? " Aku makin bingung dengan tingkah kedua Diana ini.
" Kau suka dengan bocah itu??" Tanya Diana bersamaan.
Aku terbatuk, "Enggak lah"
" Aku hapal betul dirimu, senang dapat buah kan??" kata Diana " itu saja masih senyum"
Gw tak sadar kebahagiaan mendapatkan hadiah membuat senyum merekah hingga kedua Diana mengira aku memang menyukai Mamed.
" Gak apa-apa.... Dia gak jelek jelek amat kok" kata Diana.
Jujur aku sedikit kurang menyukai jika ia meremehkan bocah itu.