Sialan lu Med!!

Firmansyah Slamet
Chapter #9

Part 6


Ujian Tengah kami hadapi sebagai murid sekolah. Tapi suasana hati hari ini sangat tidak bersahabat ketika menjumpai bocah itu duduk tersenyum. Entah jodoh atau bukan, kami duduk bersama.

Karena ini ujian dan kami tidak boleh bertukar tempat duduk, maka aku harus menikmati hal konyol ini. beberapa kali aku mencuri lirikan padanya, senyum tak sedetikpun luntur dari bibirnya. Terlihat ia senang duduk bersama.


Waktu istirahat terdengar merdu, jatah 30 menit sebelum ujian selanjutnya dimulai. Dan duduk di depan Lab IPA mungkin menjadi pilihan tepat. Aku memikirkan untuk segera lulus dari sekolah ini, jujur aku lelah dengan sekolah ini. Hanya karena keyakinan yang berbeda, perlakuan yang kudapat juga jauh berbeda. Bisa dibilang 180°!

Tapi semenjak adanya Mamed, seolah " perlakuan berbeda" itu hilang tanpa bekas. Jujur, hanya dia yang bisa melakukan itu semua. Seolah ia tahu jikalau aku memang berbeda.


" Makasih ya"


Jujur kaget tiba-tiba sebuah roti muncul didepan mata. Awalnya ku kira tuhan tengah berbaik hati dengan mengirimkan roti untukku.

Dan memang tuhan melakukan hal itu, tapi melalui Mamed tentu saja.


" Kok senyum sendiri??" Ia bertanya lalu duduk di sampingku


" Hanya menghitung bulan, aku lulus dari sekolah kampret ini" jawabku.


Yakin sekali saat aku melontarkan jawaban semacam itu, ribuan pertanyaan hinggap di otak udangnya .


" Mau lanjut dimana?" Ia kembali bertanya seolah tahu cara menangani wanita.


" mau lanjut di Surabaya"


Raut wajahnya berubah seketika, raut yang sulit untuk dijelaskan. Seperti tidak ingin adanya sesuatu yang berubah.


" Memang jauh sih... Niat hati ingin ke surabaya, tapi ada juga yangg nahan untuk lanjut di SMA favorit"


Raut wajahnya kembali jelas terlihat berubah, seperti ia mendapat angin segar.


" Ada apa di SMA favorit??" Ia begitu penasaran.


Gw tersipu, ada sesuatu yang telah lama ku idamkan. Laki laki yang kusukai juga bersekolah disana.

Jawaban tentang apa yang ada dalam pikiranku membuatnya kembali merubah segala sesuatu dalam dirinya, dan itu sangat amat jelas terlihat. Aku mulai bertanya-tanya, apa benar bocah konyol ini menyukai ku?

Lagipula aku tak boleh berpikir terlalu jauh, mungkin ekspresi yang ia keluarkan hanya bentuk menghargai perbincangan ini.



" tapi aku dan dia berbeda" kataku.


"ya jelas beda, kamu kan cewek dan dia cowok" katanya terdengar begitu bodoh.


Kami diam sejenak larut dalam pikiran masing masing. Entah apa yang dipikirkan Mamed berbeda denganku. Tiba tiba aku kembali berceletuk seusai menghabiskan roti dan minuman. Mencoba mencari tahu apakah ia benar benar tak tahu kalau aku bukan seorang muslim.



" eh natal nanti, datang ke rumah ya" ucapku, Mamed terlihat cukup kaget.


" ngapain?"


" Aku ngerayain natal"


Lihat selengkapnya