Sialan lu Med!!

Firmansyah Slamet
Chapter #15

Part 11



Perjalanan menuju pantai cukup menyebalkan. Jok layaknya seluncuran anak TK ini sangat amat licin. Ingin sekali ku pukul otak udang itu.

Ajakan ke pantai membuatku senang bukan main, tapi menjadi hancur karena jok yang ia modifikasi sedemikian rupa tidak nyaman. Entah ia dapat ide ini dari mana? Mungkin lain kali akan ku robek jok ini!.

Sesampainya di pantai setelah drama gas dan rem, ia langsung memberhentikan motor ini dengan cukup keras. Mau tak mau aku juga terdorong ke depan menikmati guncangan sialan ini. Mamed hanya tersenyum penuh makna, cukup tamparan ringan untuk mengapresiasi ide tololnya.


Untuk sekedar menghilangkan jenuh, pantai ialah tempat yang cukup nyaman untuk dikunjungi. Aku bisa saja setiap saat mengunjungi pantai ini, tapi jika tak ada teman rasanya tak akan sama. Dan bocah konyol ini Ilaha teman laki-laki pertama yang berani membawaku ke tempat ini. Entah kenapa hanya dia yang bisa datang ke rumah ku seenak pusarnya itu dan tak akan mendapatkan sarkas dari keluarga.

Jika boleh jujur, banyak teman laki-laki yang hanya berani sampai depan gerbang. Mereka sangat takut pada papa, tapi ada keuntungan memiliki papa macam ini. Aku tak harus menemui orang orang yang cukup menyebalkan bagiku.


Bermain-main di pantai memang menyenangkan, ada sedikit pertanyaan mengapa Mamed hanya bermain di pantai dan tak ingin sama sekali membasahi dirinya dengan air laut. Bahkan hanya seujung jari kakinya. Ia sama sekali tak mau bahkan terkesan marah ketika siapapun mencoba hal remeh itu. Tentu saja rasa penasaran itu hinggap di kepala, mungkin ia memiliki trauma dengan air laut. Ada saatnya ia nanti akan bercerita.


" Aku mau jadi dokter" ujarku tatkala tiba-tiba ia menanyakan cita-cita.


Ia hanya mengangguk " cita-citaku mungkin sederhana, bahkan bisa jadi murah".


" Apa itu",tanyaku penasaran.


" Aku ingin punya bengkel di rumah, dimana orang bisa datang dan aku bisa bekerja kapanpun yang aku mau".


Aku terkekeh mendengar hal itu, sangat konyol untuk sekedar cita-cita. Apakah ia tak memiliki cita-cita yang lebih baik?.


" Itu cukup kok Kak Ness" ucapnya terdengar santai.


Ada angin segar yang membuatku ingin membawanya makan ikan bakar. Rasanya memalukan ketika ia selalu membeli sesuatu untukku disekolah, kali ini aku juga harus bisa membelikannya sesuatu.





Kaki cukup gemetar ketika turun dari motornya, bukan lelah atau apa. Ia mengendarai motor layaknya sudah bosan akan hidup. Makian pengendara lain hanya terdengar seperti lagu di telinga bocah ini.


" Mampir?".


" Lain kali, aku mau langsung pulang Kak Ness, kalau telat takut diculik Tante-Tante" jawabnya mencoba bergurau dengan komedi receh.


Langsung saja ia hilang dari pandangan.


" Habis dari mana pulang jam segini??" Tanya Mbak Vana, kakak ku.


" Pantai" jawabku singkat.


" Rissa, aku tahu kamu gak pernah pacaran.... Tapi yang punya selera dikit dong! Masa pacarmu dekil mbladus gitu??".


Lihat selengkapnya