Panas upacara bendera masih bisa kutahan dengan baik. Tapi hal yang cukup menjengkelkan kembali datang saat Pak guru yang menambah durasi dengan memanggil nama siswa berprestasi. Dan disaat inilah perasaanku mulai tak enak. Ada ketakutan tersendiri ketika Pak guru didepan mengumumkan 2 siswa dengan prestasi tertinggi dan patut diberi hadiah dan apresiasi terbaik.
" Yang pertama ialah siswi dari kelas 9A, Nerrisa Arviana... Silakan maju ke depan" terdengar merdu suara pak guru, " dan yang kedua ialah....".
Beberapa siswa meneriakkan nama Mamed! Entah hukuman apa yang harus kami terima kali ini.
" Betul!!! " Tawa pak guru terdengar renyah, " gak perlu diseret kan??".
Malu di lihat semua siswa disini! Kami berdua hormat pada bendera untuk waktu yang cukup lama.
" Panas??" Tanya Mamed .
" Menurutmu??" Tanyaku kesal dengan idenya kemarin. Tapi hal kemarin memang sepadan dengan hukumannya.
" Mau pura-pura pingsan??" Entah kenapa mulutnya selalu mengatakan godaan yang menggiurkan.
Entah kenapa otakku mulai menumpuk dengan tawaran setan darinya. Langsung saja aku mengiyakan tanpa berpikir panjang. Aku langsung ambruk, dan Mamed menggotong dengan dibantu pak guru yang mengawasi. Tapi sialnya aku tak bisa menahan tawa!
" Aduh gobl00gg!!! Ketahuan gobl009!!" Ucapnya jengkel dan pasrah dengan hukuman yang akan semakin panjang.
Setelah hukuman selesai...
" Itu gara gara kau ya" .
" Ya maaf" kataku tak bisa menahan tawa.
Mamed memberi kode dengan bola mata bahwa ada pengadu yang melaporkan hal ini.
Ia yakin dan sudah mengkonfirmasi dari beberapa teman tentang si pengadu. Mamed sudah memberi ancaman akan memberi pelajaran. Maka sepulang sekolah kami segera menuju perhutani untuk memberi pelajaran.
Sempat kami berdua mengejar pengadu sialan ini. Memberinya pukulan dan tamparan dari tanganku sendiri rasanya cukup memuaskan. Dan karena ini membuatku bertanya-tanya, apakah seperti ini yang Mamed rasakan setiap berkelahi? Mungkin juga tidak.
Rasanya memang cukup puas tapi ada sedikit penyesalan setelah memukulnya! Maka dikeesokan harinya nama kami berdua kembali terdengar merdu melalui pengeras suara. Rupa-rupanya si pengadu sialan itu adalah anak dari salah seorang guru.
Akhhh!!!
Masih berani ia mengadu hal konyol ini, maka kembali kuulangi untuk memberi pelajaran pada pengadu sialan ini tanpa sepengetahuan Mamed.
*****
Disuatu Minggu pagi aku kembali mengajak Mamed untuk sekedar senam jantung. Kali ini bukan menuju gereja melainkan untuk ke kolam renang. Aku segera membaca doa dan menenggelamkan dirinya di kolam ini.
Tentu saja untuk membaptis bocah ini. Bukan serius melainkan hanya sebuah candaan.
" Ehh!! Enak saja main acara baptis".
" Wahai ananda Firmansyah Slamet Ignatius, anda resmi menjadi umat katolik" ucapku tanpa dosa.
Ia bertanya," Sejak kapan??"
" Detik ini"
Ia hanya diam tak percaya aku mempermainkan hal ini. Lalu ia mengucap kalimat syahadat untuk cancel masuk katolik.
" Maaf kak Ness, masuk Islam jauh lebih mudah." Ucapnya dengan senyum mengejek.