" Selamat ya nak" ucap ibu Mamed.
" Terima kasih Bu" ucapku senyum selebar mungkin setelah mendapatkan amplop untuk sekedar jajan.
Tak lupa sedikit nasihat dari ibunya tentang cara bersikap, terlebih aku akan berada jauh dari rumah.
" Yakin gak mau ikut??" Tanyaku pada Mamed
" Kau lihat kan?"
" Padahal aku mau kau ikut"
" Besok aku harus sekolah, Kak Ness" jawabnya.
Aku meraba raba isi amplop pemberian ibunya, cukup tebal dan senyumku tambah lebar. Mamed memandangku dengan tatapan jijik.
" Ibu mu baik banget" ucapku.
" Jelas! Dari dulu memang baik, buktinya aku ganteng" jawabnya penuh semangat.
Ingin sekali ku pukul, " sakit kau memang! Aku puji ibumu, bukan kau... Pakai acara ngaku ganteng pula"
" Kalau aku gak ganteng, mana mungkin kau mau" ucapnya penuh kepercayaan diri walaupun sebenarnya aku ingin muntah.
" Kau itu..."
" Pipi mu merak, Kak Ness" ucap Mamed membuatku seolah tersipu, padahal tidak.
" Ah males aku" jawabku.
Kami berbincang sejenak sebelum aku berangkat. Dan ketika saatnya, aku peluk hangat dirinya. Kunikmati tiap detiknya karena setelah ini aku tak akan bisa sesukanya bermain bersamanya. Hingga saat kulepaskan pelukan ini, kehidupan kami akan jauh berbeda.
Aku melambai dan perjalanan menuju jenjang baru sudah resmi dimulai.
******
Aku mulai menduga-duga yang diperbuat Mamed saat ini ialah melakukan hal konyol. Baru saja sehari aku disini, tapi aku sudah rindu padanya.
" Haloo" salam ku saat panggilan sudah terhubung.
Sesekali Menggoda rasanya tak akan menjadi masalah.
" Hai Kak Ness..." Jawabnya terdengar serak khas dirinya.
" KANNGGGEEENNNN!!!" Ucapku genit.
Suara panggilan terputus terdengar menusuk telinga. Bocah kurang ajar itu berani menutup telepon sepihak!.
" Ngapain ditutup!! Gak senang aku telepon?!" Tanyaku kesal.
" Drama, jijik aku dengarnya" ucapnya makin membuatku kesal.
" Kau gak kangen aku??"
Suara helaan napasnya terdengar jelas.
" Enggak"
" HAHH!!?" tanyaku tak percaya.