" Rissa... Apa yang kau harapkan dari perbedaan?" Tanya Mbak Vana yang membelai rambutku.
Aku tak ingin menjawab dan tetap ingin menangisi kesialan yang terjadi! Mengapa manusia harus membuat perbedaan atas nama tuhan yang sama sekali tak mereka ketahui wujudnya itu. Untuk saat ini aku memusuhi tuhan dan para fans tuhan yang fanatik itu.
Saat ini aku terjaga dari tidur melelahkan ini. Menangis hingga lelah dan tidur semakin sering kulakukan. Dan malam ini aku tak bisa tidur dan memilih duduk di teras belakang rumah. Tak lupa Mencuri persediaan rokok papa dan membawa ke belakang. Setiap helaan nafas yang tercampur nikotin terasa menenangkan, sensasi yang tak mungkin kudapat dari zat lainnya.
Semua waktu terlewati begitu cepat tiap detiknya, seolah semua hanya kilatan sesaat. Bertahun-tahun waktu terlewati begitu saja, kadang berjalan lebih cepat dan kadang menahan begitu lambat dari yang seharusnya.
Saat itu juga Mbak Vana memergoki aku yang merokok, buru-buru aku hilangkan asap yang masih setia menemani sebelum diterpa angin malam.
" Santai saja, aku bukan orang pengadu"
Aku kembali menyalakan rokok yang sengaja kubuang karena kaget dengan kehadiran Mbak Vana.
" Gak bisa tidur??"
" Iya " jawabku.
" Macam de Javu" ucap Mbak Vana.
Aku langsung teringat saat kemarahanku karena Mamed yang tiba-tiba menghilang saat aku mulai beranjak SMA, " semacam itu"
Hisapan dalam membuatku terbatuk, " aku mau marah, tapi aku bisa apa?"
" Berharap apa kau dengan perbedaan diantara kalian?" Ucap Mbak Vana memberi minuman, " lebih baik kau melupakan, masih banyak ikan di laut"
" Tapi...."
" Tapi apa?" Tanya Mbak Vana," kau bisa apa??"
Aku diam sejenak untuk berpikir apapun yang bisa kupikirkan, " aku harus apa??"
" Berdoa saja" ujar Mbak Vana membuka minuman itu dan memberi padaku.
" Berdoa?" Tanyaku tak percaya, " berdoa seperti apa? Dan berdoa pada siapa?"
" Tuhan"