Waktu masih berjalan untukku...
Akhirnya Mamed tahu jalan keluar dari masalah yang ia hadapi. Entah aku harus bagaimana, aku harus bahagia atau harus sedih. Pasalnya keluarga yang ia bangun sangat amat harmonis dan tentu saja membuatku iri. Tapi siapa yang harus aku ajak berkeluarga?.
Sepertinya aku terlalu mendramatisir, mungkin tidak dalam waktu dekat. Tapi juga tak ada jaminan aku akan berkeluarga suatu hari nanti. Dan kembali ke waktu yang terus berjalan tanpa ada yang menghalangi, di satu sisi waktu berjalan cepat dan di sisi lain waktu berjalan lambat menahan dari yang semestinya. Kehidupan ku juga berlanjut, aku tak ada keinginan untuk menjalin hubungan atau aku saja yang menutup diri dari semua yang bisa mengganggu fokus pada karier.
" Gak sabar aku untuk lihat keponakan kecilku" ucapku.
" Iya Kak Ness, sebentar lagi kamu jadi bibi"
" Gak perlu ngingetin! Aku tahu aku sudah tua" ucapku yang ia balas dengan tawaan.
Ia menaruh teh di depanku, acara tujuh bulan untuk istri dan janin baru saja selesai. Tampak ada sesuatu yang ia rasa cukup melelahkan, entah karena apa aku masih bisa membaca raut wajahnya itu.
" Kenapa?? Kelihatan lelah" ucapku meminum teh yang ia suguhkan.
" Jadi dewasa itu melelahkan" ujarnya cukup membuatku terkejut karena perubahan aktivitas yang terlalu mendadak, seperti ia belum bisa beradaptasi.
" Kenapa? Kau terlambat menyadari itu semua??" Tanyaku terkekeh," kalau saja aku sudah tidak ditanggung orang tua, mungkin aku sudah jadi gelandangan"
" Cari uang gak seenak piknik" kata Mamed dengan nada yang cukup lelah," aku punya istri dan sebentar lagi punya anak, cari uang sampai mencret"
Aku menghela nafas panjang " begitu juga denganku, lelah dengan pekerjaan dan gak ada satupun yang kasih apresiasi, minimal terima kasih "
" Itulah pekerjaan, Kak Ness... Jadi dewasa itu menyebalkan"
" Kenapa kita harus lakukan hal konyol itu?" Tanyaku
" Kau tahu, aku punya istri, aku punya keluarga sendiri... Tugas laki-laki memang berat" ucapnya menarik nafas panjang lalu tertawa pelan tapi renyah, tawa yang tidak ia buat-buat.
" Aku tahu, kau dijodohkan... Sedangkan aku?? Kenapa aku juga harus lelah dengan jadi dewasa??
Tawaan Mamed makin menjadi. Ia mengisi malam ini dengan tawa.
Perbincangan makin lama makin aneh saja. Seolah Doraemon datang dengan alat ajaib dari kantong joroknya memainkan waktu. Yang tadinya aku menikmati asyiknya perbincangan, kini aku kembali berkutat dengan pekerjaan yang harus aku lakukan. Aku harus menyempatkan waktu untuk menjenguk persalinan istri Mamed kelak. Apalagi hari persalinan tinggal menghitung hari.