" Stop!!!" Ucapku marah.
" Kak Ness, please dengerin aku"
" Stop!! Stop!! Kau pergi sekarang!! Aku gak mau ketemu wajahmu lagi, biarkan aku tenang, OK!!" kataku.
" Sebentar saja dengerin, aku mohon..."
PLAKK!! PLAKK!!
Nyaring suara tamparan menggema hingga ujung koridor malam ini
" Kau budek ya?? Biarkan aku tenang!!" Lelah sudah aku dibuatnya.
Seorang petugas kebersihan melirik sambil menahan tawa, ketika aku menoleh, seketika dia diam sembari asyik dengan pekerjaannya itu. Akhirnya aku berjalan di koridor rumah sakit melihat taman yang hijau.
******
" Sudah!! Jancok...!!! Aku capek, kau gak capek ngikutin aku haa??" Sebisa mungkin aku menahan tangis, aku tak boleh membuat heboh dan menarik perhatian.
" please dengerin aku, aku cinta sama kamu"
" dan juga sama Rena, ok!! Aku mau dengar penjelasanmu!" kataku.
Mendengar perkataannya yang tidak sesuai ekspektasinya, membuat mamed terdiam! Ia tak berpikir sejauh itu.
Sudah kuduga!
Tetapi ia malah menarikku masuk mobil, mau tak mau aku menurut saja karena tak ingin ada drama yang menarik perhatian khalayak umum.
" Aku tahu kau marah, tapi maafkan aku, Kak Ness "
Tak ingin aku menatap wajahnya, pemandangan diluar kaca menjadi pilihanku. Tak lupa aku membesarkan volume tape agar suara serak kasarnya tak masuk telingaku. Dan sesampainya di rumah, segera kubanting pintu lalu berlari ke kamar. Tak tahu lagi apa yang harus kulakukan, menangispun tak ada gunanya.
Aku masih ingin bertahan di kamar, deru mesin perlahan terdengar samar dan menghilang. Dada terasa sakit dan menghancurkan segalanya terdengar masuk akal, tapi aku tak sebodoh itu untuk sekedar merusak sesuatu.
Hingga deru mesin kembali terdengar, apa yang Mamed lakukan hingga ia memiliki keberanian untuk kembali dan mengetuk pintu kamarku. Tak ingin ambil pusing, aku menyalakan suara menangis dari ponsel.
*******
" Cemberut?? Senyum dong" ucap rekanku.
Kutatap ia dengan tajam menembus kepala. Aku tahu betul rekan laki-laki ini menyukaiku. Setidaknya banyak juga yang berkata demikian. Sebut saja Johnny.
" Ada masalah apa??"
" Lebih baik kau diam" ucapku pergi untuk ambil udara segar.
Suasana hati benar-benar hancur terlebih melihat wajah Mamed yang sudah berdiri menungguku. Langsung saja aku berjalan menjauhinya dan menghampiri Johnny untuk meminta tumpangan agar aku bisa terbebas dari Mamed sialan itu.
" Mau kemana??" Tanyaku saat John keluar mobilnya.
" Sebentar"
Aku masuk dan ternyata Johnny menghampiri Mamed. Mereka berbincang sejenak, dan tampak di tangan Mamed yang menggenggam pipa besi. Tetapi aku yakin tak akan ada perkelahian di sini. Selesai perbincangan itu, aku dan Johnny pergi.
" Bicara apa kau?" Tanyaku sedikit kesal karena terlihat Johnny yang memancing emosi Mamed.