Kecelakaan kemarin membuatnya cukup galau, bagaimana tidak? Motor kesayangannya hancur ditambah tas miliknya berisi dompet hilang begitu saja. Tak lupa cincin untukku! Sayangnya cincin itu juga hilang. Cukup sial nasibnya.
" Kau sudah sembuh?? "
" Iya" jawabnya.
Ia mendorong motor sport yang dibelinya 2 tahun lalu dan meninggalkan untuk bekerja di Jakarta. Motor yang terlihat sedikit lebih besar untuk fisiknya.
" Aku mau lihat motor kesayanganku di bengkel"
"Aku ikut" ucapku.
" Ok" jawabnya.
" Aku yang bawa, kau masih terlalu lemah "
" Kak Ness, motor ini terlalu besar buatmu... " Kata Mamed tak percaya padaku.
" Hei, aku sudah biasa bawa 4000cc apalagi ini cuma 600" balasku.
" Itu mobil! Dan ini motor" ucapnya terhenti saat telunjukku menutup mulutnya karena aku tidak ingin mendengar lagi ucapan tak percaya padaku.
" Baiklah, kau boleh ikut" ucapnya.
" Tunggu sebentar" kataku segera berlari masuk kerumahnya untuk mengambil sesuatu.
Tapi Mamed sialan itu menipuku! Raungan mesin itu segera melompat tinggi. Ia pergi begitu saja meninggalkanku.
******
" Kau bawa motorku??" Tanya Mamed.
" Ya" jawabku langsung mematikan telepon.
Tangan dan lenganku cukup pegal setelah membawa motornya. Hal ini kulakukan agar ia tak lagi mengendarai motor untuk beberapa waktu.
" Motor siapa lagi yang kau curi?" Tanya Mbak Vana.
" Aku bukan begal mbak, lagipula ini motor Mamed"
Mbak Vana tertawa melihatku membawa motor ini, aku tahu kalau motor ini sama sekali tak cocok dengan fisikku. Tapi tak apalah, aku tahu jika rasa motor sport memang cukup semengerikan ini. Dan tiba-tiba suara deru mesin terdengar merdu. Segera aku kempiskan ban motor ini agar tak dipakai.
" Aku butuh motor" ucap Mamed sudah ada disini.