Kaget bukan main hingga mobil sempat hilang kendali, syukurnya tak terjadi kecelakaan. Aku lupa jika sedang bersama Michael, keponakan kecilku atau bisa disebut anak Mbak Vana. Ia sedang melihat dan mencoba wig milik ibunya yang tertinggal di mobilku.
" Kok cepet banget ke nikahan om Mamed?" Tanya bocah ini.
" Ada panggilan mendadak" jawabku masih menstabilkan detak jantung.
" Aku belum puas makan"
" Jangan rakus, gak baik... Nanti tamu lain gak kebagian" ucapku.
" Memang om Mamed semiskin itu? Kenapa kasih makan sedikit?"
Cukup kaget aku dengan pertanyaan bocah sialan ini, " enggak, enggak... Enggak gitu, kita juga harus sopan santun" jawabku.
Bocah itu diam. Untuk saat ini aku tak ingin ada interaksi apapun. Rasa sakit hatiku masih dalam tahap ingin menghancurkan segalanya. Kembali lagi pada pikiran bahwa posisi Rena harusnya menjadi milikku. Dan pesta meriah dan mewah itu harusnya menjadi bahagiaku hari ini. Tapi tetap saja keputusan konyol harus aku sesali sampai kapanpun.
" Tante gak mau beliin aku mainan?" Tanya bocah ini yang membuatku mau tak mau harus berinteraksi.
" Mau yang mana?" Tanyaku, sesekali membelikan bocah ini mainan tak ada salahnya.
" Mau yang besar, macam punya om Mamed... Mobil remote" ucapnya.
Seketika aku mengerti apa yang ia minta, ia merengek meminta mobil radio control seperti punya Mamed. Aku menelan ludah mengingat mainan itu sangat mahal dan aku tak akan mampu membelinya, bahkan dari gajiku sekalipun.
" Ayolah Tante, belikan ya..."
" Tante gak mampu, uang Tante gak sebanyak itu" jawabku.
" Jadi, Tante miskin?" Tanya bocah sialan ini!.
Aku diam bingung harus menjawab apa. This spoiled brat hurt my goddam soul!.
" Kalau miskin, kenapa punya mobil? Berarti Tante kaya... Kenapa Tante pelit dan gak mau beliin?" Masih saja mulutnya mengoceh.
" Tante gak se kaya itu" jawabku ingin menangis dan melemparkannya keluar mobil.
*******
Papa terlihat kurang senang saat mobil beliau kembali mengalami masalah. Sangat tidak mempercayakan mobil dipegang bengkel lain. Tak ada yang lebih mengerti mobilnya selain belaian lembut Mamed. Semenjak papa membelikan mobil untukku bekerja di rumah sakit, papa tak lagi mengizinkanku memakai atau bahkan menyentuh mobilnya. Kini aku yang pusing karena setelah Mamed tak lagi menginjakkan kakinya di rumahku, semua barang kembali tak berfungsi normal. Selain mobil, ia juga punya keajaiban membuat barang di rumahku berfungsi seperti seharusnya. Seolah barang di rumahku tak mau bekerja jika bukan tangan Mamed yang membelai.
Mau tak mau aku kembali ke bengkelnya.
" Anjing dan Nerissa dilarang masuk!" Ucapnya saat aku sudah berada di bengkelnya.
" Aku kesini cuma mau servis" ucapku dengan pandangan menyapu habis isi bengkel, berharap hanya ada Mamed disini
" Banyak bengkel yang lebih bagus" balasnya.