Perjalanan Andre dan lainnya tidaklah mudah. Pun dengan medan yang berbeda-beda; menaiki perbukitan, melintasi perairan, serta tidak jarang mereka menjumpai hewan pemangsa yang mengerikan. Tapi misi yang lebih mengarah kepada misi sosial itu tetap harus dijalankan. Di luar misi, tentu ada sisi kemanusiaan lebih yang dimiliki Andre dan teman-temannya. Bahkan tak jarang begitu mengorbankan harta bahkan jiwa mereka sendiri.
Geri tersandar lemas di sebuah batang pohon sambil mengorek-ngorek isi tasnya. Dia juga mendengus kesal, “Bagaimana, Ndre? Masih jauh tidak lokasi mereka? Mana persediaan makanan juga hampir habis nih!”
“Masih jauh, Ger. Ayolah teman-teman, jangan putus asa! Medannya memang berat, tapi akan terbayarkan jika kita sudah bertatap muka dengan mereka,” ucap Andre menyemangati.
“Iya, betul kata Andre. Bagaimana kita mau cepat sampai di lokasi, jika kami harus menunggu kamu beristirahat terus, Ger.” Mega menambahi.
“Lagian, mana ada orang percaya, ngakunya orang kesehatan, tapi fisiknya lunglai kayak rotan,” ledek Ferdi.
“Yasudah. Ayo jalan! Lagian kan orang medis juga manusia. Pasti sakit dan butuh istirahat juga.” Geri membela seraya melengos kesal dan sekarang berjalan mendahului mereka. Karena bosan di ledekin terus, dia terus berusaha menunjukan semangatnya dan tidak mau terlihat lemah di mata teman-temannya.
“Ger, pelan-pelan saja! Simpan tenagamu!” teriak Andre jauh berada di belakang Geri.
Seolah tidak mengindahkan nasehat Andre, Geri tetap berjalan cepat. Padahal medan yang dilalui sangat susah dengan ranting-ranting pohon yang cukup berbahaya jika bersentuhan dengan kulit telanjang.
“Biarkansaja, Ndre. Nanti kalau dia ketemu babi hutan baru teriak-teriak,” ledek Ferdi yang disambut gelak tawa yang lainnya.